Connect with us

Politik

Konstitusi Indonesia Dinilai Manjakan Politikus

Published

on

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz. Foto: MI/Rommy Pujianto

Jakarta: Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai konsitusi Indonesia dianggap diskriminatif. Hal tersebut terbukti dalam kondisi mantan narapidana korupsi yang dibolehkan maju kembali menjadi calon anggota legislatif (caleg).

"PNS terjerat kasus korupsi tidak bisa lagi jadi PNS, Jaksa juga, kenapa kalau politikus masih bisa," ujarnya dalam diskusi di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jakarta, Senin, 10 September 2018.

Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdilah Toha menilai hukuman untuk koruptor di Indonesia tergolong ringan dibandingkan negara lain. Tiongkok, misalnya, mereka menerapkan hukuman mati kepada para napi koruptor. 

"Suatu hal yang memuakkan ketika mereka ketawa – tawa, mereka pikir ini piknin, karena hukumannya tiga hingga lima tahun ," tuturnya.

Lebih lanjut, anggota DPR periode 2009-2014 menyarankan untuk melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang masih berhubungan DPR untuk memberantas kondisi tersebut. 

Bawaslu sebelumnya meloloskan 34 caleg eks koruptor. Hal ini menjadi polemik lantaran dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), terdapat larangan mantan eks napi korupsi untuk menjadi caleg pada Pilpres 2019. 

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *