Connect with us

Politik

Status Quo Perselisihan KPU-Bawaslu

Published

on

Jakarta: Tiga lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar pertemuan tripartit. Dalam pertemuan itu tak tercapai titik temu antara KPU dan Bawaslu.

Hal itu dibenarkan oleh Ketua DKPP, Harjono. Harjono mengatakan perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu soal larangan eks napi korupsi masih dalam ‘status quo’.

“Saya menyatakan status quo. Artinya ya apa yang ada sekarang biar berlaku. Sebab masing-masing pihak tidak mau mengalah,” kata Harjono ketika dikonfirmasi, Kamis, 6 September 2018.

Harjono mengakui status quo perselisihan KPU dan Bawaslu ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karenanya para penyelenggara pemilu sepakat mendesak Mahkamah Agung (MA) segera memutus uji materi Peraturan KPU (PKPU) 20 tahun 2018 yang melarang eks napi korupsi nyaleg.

Harjono berpandangan MA seharusnya bisa memutus uji materi PKPU tanpa harus menunggu Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara uji materi UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Hal ini lantaran MA diberi kewenangan khusus dalam UU untuk memutus uji materi PKPU.

Pasal 76 ayat (4) UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengamanatkan MA memutus penyelesaian pengujian Peraturan KPU paling lama 30 hari kerja sejak permohonan diterima MA.

Menindaklanjuti hal tersebut, Harjono mengatakan penyelenggara pemilu akan segera menyurati MA untuk menyampaikan permohonan tersebut.

“Rencananya surat akan ditandatangani bertiga. Tapi nanti masih dicari bagaimana baiknya. Semoga bisa segera disampaikan ke MA,” tandas Harjono.

Status quo perselisihan KPU dan Bawaslu ini juga diisyaratkan oleh Ketua KPU Arief Budiman. Ditemui usai mengikuti rapat tripartit Rabu 5 September 2018 malam, Arief meminta, baik KPU dan Bawaslu, sama-sama saling menghargai kewenangan masing-masing.

“Saya ingin masing-masing lembaga menjaga kewenangan dan otoritasnya masing-masing. Silakan Bawaslu meyakini apa yang harus diputuskan dan KPU juga meyakini apa yang harus diputuskan,” tandas Arief.

Perselisihan antara KPU dan Bawaslu berawal dari putusan Bawaslu di sejumlah daerah yang meloloskan eks napi korupsi melalui putusan sengketa pencalonan. Bawaslu berpandangan KPU harus melaksanakan putusan Bawaslu sesuai amanat UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Sementara KPU bersikeras menunda putusan tersebut. KPU telah memerintahkan jajaran di bawahnya untuk menunda putusan Bawaslu yang meloloskan eks napi korupsi karena berpandangan PKPU 20 tahun 2018 yang melarang eks napi korupsi nyaleg masih sah dan telah diundangkan.

(YDH)

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *