Politik
Endipat Wijaya Soroti Tumpang Tindih Tupoksi BPK dan BPKP dalam Audit Keuangan Negara

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Endipat Wijaya, meminta penegasan terkait pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Permintaan itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama BPKP RI yang membahas perhitungan kerugian keuangan negara dalam berbagai kasus korupsi.
Endipat menyoroti adanya indikasi tumpang tindih antara dua lembaga negara yang memiliki fungsi pengawasan keuangan. Ia menilai kejelasan pembagian kewenangan sangat penting untuk mencegah duplikasi kerja dan kebingungan dalam proses pelaporan serta pengambilan kebijakan.
“BPK dan BPKP ini sama-sama alat negara dalam mengawasi keuangan negara. Ada tugas yang saling bersinggungan, tapi juga ada porsi masing-masing. Ini yang perlu diperjelas,” ujar Endipat di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Ia mengaku telah mencari referensi hukum meski bukan berlatar belakang hukum. Menurut pemahamannya, BPK memiliki otoritas final dalam menetapkan kerugian negara, sementara BPKP berperan dalam mengidentifikasi potensi kerugian.
“Setahu saya, BPK yang berwenang menyatakan kerugian negara secara final. BPKP lebih pada tahap identifikasi potensi kerugian, yang nantinya dibuktikan oleh aparat penegak hukum (APH). Kalau saya keliru, mohon dikoreksi,” ucapnya.
Endipat juga mempertanyakan bagaimana sistem koordinasi antara kedua lembaga, apakah sudah terstruktur layaknya sinergi antarlembaga penegak hukum.
“Kalau di APH, sinerginya sudah jelas. Misalnya, kalau Kejaksaan sudah menangani, maka Polisi tidak ikut campur. Apakah antara BPK dan BPKP juga ada kesepakatan seperti itu? Jangan sampai muncul dua laporan yang berbeda atas satu kasus,” tegasnya.
Ia mencontohkan sejumlah kementerian yang menggunakan reviu anggaran dari BPKP sebagai dasar pengajuan APBN. Namun hasil audit BPK kemudian menunjukkan temuan berbeda, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas koordinasi kedua lembaga.
“Misalnya, saya dengar Kementerian Pertahanan minta audit BPKP sebelum ajukan APBN. Tapi ujung-ujungnya tetap diaudit BPK dan bisa beda hasilnya. Kalau memang koordinasinya baik, mestinya tidak bertolak belakang,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Endipat menekankan pentingnya sistem kerja yang terintegrasi antara BPK dan BPKP, agar tidak ada kesan persaingan atau benturan kewenangan.
“Kalau tidak ada kejelasan, malah kerja jadi dobel. Satu bilang bagus, satu lagi bilang ada kelebihan. Padahal niatnya sama: memperbaiki tata kelola keuangan negara,” katanya.
Menutup pernyataannya, Endipat berharap sinergi dan pembagian peran antara BPK dan BPKP dapat diperjelas dan diperkuat demi efisiensi kerja dan kejelasan hasil pengawasan.
“Kalau bisa, cukup satu pintu saja, yang sudah disepakati. Mana bagian BPKP, mana bagian BPK. Itu akan jauh lebih efektif,” pungkasnya.
