Nasional
DSN MUI Tetapkan Fatwa Terbaru Terkait Pelunasan Utang Sebelum Jatuh Tempo
JAKARTA— Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menetapkan fatwa terbaru terkait pelunasan dan pembiayaan murabahah sebelum jatuh tempo. Penetapan ini dilakukan saat hari keempat workshop pra ijtima sanawi ketujuh.
Sekretaris Bidang Perbankan Syariah DSN MUI, Dr. KH Muhammad Maksum mengatakan, fatwa sebelumnya Nomor 22 Tahun 2002 menyebutkan bahwa hak memberikan potongan pelunasan bagi nasabah yang melakukan pelunasan dalam murabahah dipercepat bersifat kerelaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
‘’Dasar pertimbangannya adalah melepaskan hak LKS (isqat al-haq). Adapun dalam fatwa yang baru ini LKS diwajibkan untuk menentukan harga pada saat dilakukan pelunasan dipercepat tersebut,’’ ujarnya kepada MUIDigital, di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Sabtu (14/9/2022).
Kiai Maksum menambahkan, dalam bahasa praktik, potongan pelunasan tersebut bersifat mengikat bagi LKS. Artinya, LKS tidak berhak menerima harga dari waktu yang belum dilalui. Hal inilah yang dapat membedakan antara fatwa ini dengan fatwa sebelumnya.
Kiai Maksum memberikan contoh pembiayaan murabahah untuk pembiayaan mobil dengan menggunakan skema keuntungan secara proporsional. Misalnya sebuah mobil memiliki harga 100 juta rupiah.
Kemudian, mobil tersebut dibayar selama satu tahun dengan margin keuntungan 12 juta rupiah. Sehingga total yang harus dibayarkan oleh nasabah adalah 112 juta rupiah untuk jangka waktu 1 tahun.
‘’Ketika nasabah melunasi dibulan keenam, maka yang 6 juta sebagai akibat dari harga 6 bulan yang akan datang tidak dibayarkan, karena itu merupakan harga ketika dilunasi di bulan ke enam,’’ jelasnya.
Kiai Maksum menegaskan bahwa sisa pembiayaan dari bulan ketujuh sampai bulan kedua belas tidak boleh ditagih. Menurutnya, skema proporsional ini merupakan contoh untuk mempermudah karena dalam praktiknya dikenal juga sebagai praktik anuitas.
‘’Karena itu, penentuan berapa yang harus dibayar nasabah dalam pelunasan dipercepat perlu disusun suatu model tertentu untuk menghindari perselisihan antara LKS dan nasabah. Otoritas Jasa Keuangan diharapkan menyusun formula tersebut sebagai rujukan,’’ pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Angga)
[MUI]