Connect with us

Hukum

Kasus Lobster Edhy Prabowo Dinilai Berdampak pada Elektabilitas Rahayu Saraswati di Pilkada Tangsel

Kasus dugaan korupsi benur atau lobster yang menyeret nama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinilai mampu mempengaruhi konstalasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tangerang Selatan (Tangsel) 2020. Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Romeo Strategic Research and Consulting (RSRC), A Khoirul Umam, Rabu (25/11/2020).

“Berpotensi berdampak pada elektabilitas paslon,” ungkap Khoirul dalam keterangan resminya.

Terlebih isu korupsi yang menyeret elit pemerintahan ini, paling tidak telah menunjukkan bahwa kasus penyelewengan uang negara ini dapat menjadi salah satu masalah penting yang mempengaruhi perilaku politik pemilih di Tangsel.

“Jadi, tim sukses yang berpotensi menghadapi tudingan keterlibatan terkait kasus korupsi benur yang diungkap KPK, perlu mengantisipasi dan mampu menjelaskan kepada basis pemilih loyalnya,” jelas Khoirul.

Pengungkapan kasus korupsi tersebut, kata Khoirul, setidaknya dapat dijadikan masyarakat Tangsel sebagai referensi untuk memilih pemimpin di Pilkada Tangsel, Desember mendatang.

“Untuk mencari pemimpin yang pemimpin yang bersih dan berintegritas,” pungkasnya.

Terpisah, aktivis antikorupsi Muhamamd Ridwan Dalimunthe menyatakan penangkapan Edhy Prabowo harus menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengusut pihak-pihak lain yang terkait dengan ekspor benur, termasuk perusahaan-perusahaan yang mendapatkan karpet merah untuk mengurusi ekspor anak lobster itu.

“Saya yakin penangkapan Edhy Prabowo menjadi babak awal bagi KPK untuk mengungkap siapa saja yang bermain dalam kasus tersebut,” ujarnya.

Dalimunthe menilai, komisi antirasuah juga bisa melakukan penangkapan kepada pihak-pihak yang dicurigai terlibat. Seperti diketahui, pembukaan ekspor benur yang diinisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPK) di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo memberikan kewenangan kepada sejumlah perusahaan yang kemudian diketahui terafiliasi dengan salah satu parpol.

Dari 30 perusahaan yang diberikan izin, salah satunya yakni PT. Royal Samudera Nusantara yang mencantumkan nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya. Selain itu, ada juga PT. Bima Sakti Mutiara yang terdapat nama Rahayu Saraswati sebagai Direktur Utama. Rahayu Saraswati merupakan Wakil Ketua Umum Gerindra yang kini sedang mencalonkan diri di Pilkada Tangsel sebagai Wakil Walikota.

Menurut Dalimunthe, pemeriksaan dan penangkapan bisa saja dilakukan KPK untuk mengusut dugaan korupsi ekspor benur. Karena pemeriksaan dan penangkapan merupakan kewenangan penuh penyidik komisi antirasuah dengan menempatkan sejumlah pertimbangan.

“KPK wajib memanggil dan bila perlu menangkap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi, termasuk Rahayu Saraswati. Pilkada tidak boleh jadi alasan tidak dipanggilnya yang bersangkutan. Salah satu tujuan pemanggilan itu agar seseorang yang dianggap tahu dan terlibat dalam pusaran korupsi tidak melarikan diri atau karena dasar alasan lainnya,” ungkapnya.

Dugaan korupsi terkait ekspor benur juga sempat disuarakan Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW menduga ada praktik nepotisme di balik keterlibatan sejumlah kader Gerindra, termasuk perusahaan miliki Rahayu Saraswati, sebagai pihak yang mendapatkan jatah ekspor benih lobster. (kp)

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *