Politik
Kok Airlangga Mendadak Amnesia

Kabarpolitik.com- Politisi Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab heran mendengar pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang mengatakan pelaksanaan munas harus digelar pada Desember mendatang. Menurut Sirajuddin, pernyataan Airlangga itu tidak memiliki dasar kuat.
Sirajudin mengatakan, di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, tak ada satu pun poin yang merinci periodesasi kepengurusan DPP Partai Golkar harus dilaksanakan pada Desember. AD/ART, kata Sirajuddin, hanya menjelaskan bahwa munas dilaksanakan satu kali dalam lima tahun. Begitupan di dalam peraturan lainnya yang ditetapkan pada tingkat DPP, tak ada satupun klausul yang menjelaskan dengan rinci tanggal atau bulan untuk diselenggarakannya munas.
Yurisprudensi terkait hal itu, kata Sirajuddin, pernah terjadi. Pertama, saat waktu Jusuf Kalla (JK) menjadi ketua umum Partai Golkar dan terpilihnya Aburizal Bakrie (ARB) menjadi ketua umum pada Oktober 2009. Berikutnya pun terjadi saat Setya Novanto terpilih menjadi ketua umum lewat Munaslub pada Mei 2016.
“Saya kira Airlangga mendadak mengalami amnesia mekanisme nih,” kata Sirajuddin kepada wartawan di Jakarta.
Dalam hal rapat pleno di tingkat DPP Partai Golkar, tidak ada satupun klausul atau ketentuan yang mengatur bahwa rapat pleno harus melewati tahapan rapat bidang, rapat Bappilu atau rapat harian.
Sirajuddin melanjutkan, justru ketentuan yang tertuang dalam tata kerja DPP Partai Golkar mengatur bahwa rapat pleno harus dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan. Sama halnya dengan rapat harian, dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Untuk rapat bidang, rapat Bappilu dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.
“Jadi Airlangga janganlah menyampaikan mekanisme Partai Golkar ke ruang publik dengan cara cara mengkebiri mekanisme yang ada,” tandasnya.
Lebih lanjut Sirajuddin mengatakan, Airlangga sebagai ketua umum dianggapnya gagal memimpin Partai Golkar. Terbukti suara partai berlambang pohon beringin ini turun. Perolehan kursi pun turun dari sebelumnya 91 Kursi menjadi 85 kursi.
“Kalau kita komparasi dengan periode Pak Ical (ARB), memang kursi Partai Golkar di DPR turun menjadi 91 kursi dari 104 kursi, namun perolehan suara pemilih naik signifikan lebih kurang 5 juta suara,” tambahnya.
Selain itu Airlangga juga dinilai gagal membangun dan merawat perbedaan dalam tubuh Partai Golkar. Hal itu terlihat dari kurangnya kemampuan komunikasi politik dalam mencari solusi permasalahan yang terjadi saat ini. Rapat pleno saja tidak mampu dilaksanakan.
“Masa sekelas Partai Golkar sudah satu tahun tidak melaksanakan rapat pleno, apa kata dunia? Sedangkan tidak ada satu apapun keputusan penting dan strategis yang tidak dibahas dan diputuskan melalui mekanisme rapat pleno,” ungkap dia.
Sirajuddin mengingatkan, Partai Golkar bukan menganut sistem oligarkis. Partai Golkar bersifat kolektif dalam pengelolaannya.
“Inilah ketentuan Anggaran Dasar Partai Golkar, masa kita harus jelaskan apa itu arti kata kolektif,” pungkasnya.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto tetap tenang meski ada yang mendesak munas digelar sebelum Desember 2019. “Kita tenang saja. Ya bulan Desember,” kata Airlangga di Kompleks Kepresidenan Jakarta, Rabu (28/8) lalu.
Menurutnya DPP Partai Golkar mengikuti mekanisme yang telah berkalan untuk menyelenggarakan musyawarah nasional. Bahkan, pada periode sebelum-sebelumnya juga digelar Desember 2019.
“Kan kita punya mekanisme. Munas-munas, dulu Pak JK bulan Desember, Pak Aburizal Bakrie bulan Desember, Pak Setya Novanto bulan Desember, kemudian saya waktu terpilih aklamasi juga di bulan Desember. Jadi itu sudah berjalan tahunan,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, DPP sedang memproses untuk rapat pleno. Menurut dia, dalam pleno juga akan ada rapat koordinator bidang, laporan Bappilu yang sedang masuk dan penghargaan bagi yang tandig pada pemilu legislatif 2019. “Artinya kalau munas selalu Desember. Waktu itu Pak Akbar Tandjung juga Desember. Kita sesuai dengan jadwal,” tandasnya. [sgh]
