Pemerintahan
Kunjungi Museum Benteng Vredeburg, Wapres: Museum Sarana Pendidikan Karakter Generasi Muda
Yogyakarta, Kabarpolitik.com – Mengawali aktivitas di hari kedua kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin beserta Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin menyempatkan diri mengunjungi Museum Benteng Vredeburg di seberang Istana Kepresidenan Yogyakarta, Selasa pagi (25/10/2022).
Sembari berolahraga jalan santai, Wapres dan Ibu Wury ditemani Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Suharja, berkeliling area benteng seluas kurang lebih 46.574 m persegi.
Tidak hanya berkeliling di area luar benteng, Wapres dan Ibu Wury juga masuk ke dua Ruang Diorama yang menampilkan cerita sejarah perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan di wilayah Yogyakarta.
Dengan antusias, Wapres dan Ibu Wury mendengarkan penjelasan Suharja mengenai gedung serta berbagai cagar budaya dan diorama yang terlihat dikelola dengan sangat baik.
Menurut penuturan Suharja, Wapres sangat mengapresiasi kehadiran museum sebagai sarana pendidikan bagi generasi muda.
“Alhamdulillah beliau sangat care terhadap peran museum karena beliau berkenan berkunjung ke Benteng Vredeburg Yogyakarta dan mengapresiasi Museum sebagai (sarana) pendidikan karakter bagi generasi muda,” ungkapnya.
Sebab, sambung Suharja, tata pameran yang ditampilkan di Museum Benteng Vredeburg menurut Wapres benar-benar menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia di Yogyakarta sejak zaman Sultan Hamengku Buwono I hingga saat ini. Hal ini pun salah satunya menyebabkan Kota Yogyakarta mendapat predikat sebagai Kota Perjuangan.
“Tentu Kami sangat senang, sangat bangga atas apresiasi dari Pak Wapres,” tuturnya.
Lebih jauh, Suharja menceritakan bahwa Museum Benteng Vredeburg yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi ini, pada 2019 dinobatkan sebagai pengelolaan museum terbaik di Indonesia.
“Kemudian komunitas atau ekosistem kemajuan kebudayaan (di sini) sudah benar-benar hidup karena ada pengakuan dari pemerintah, ada pengakuan dari pemangku kepentingan,” tambahnya.
Ke depan, Suharja berharap masyarakat akan terus memanfaatkan Museum Benteng Vredeburg sebagai ruang inklusif untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan Indonesia.
“Karena kita bangsa Indonesia itu, generasi mudanya harus tetap mengakar pada identitas dan karakter pendiri budaya Indonesia,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dilansir dari laman resmi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan yang menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Yogyakarta semenjak pemerintah kolonial Belanda masuk ke Yogyakarta.
Berdirinya benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Keraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Kemudian Benteng Vredeburg dibangun sejak 1760 hingga 1787 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan keraton dan sekitarnya. Namun, di balik dalih tersebut, ternyata Belanda mempunyai maksud tersendiri untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam keraton.
Seiring berjalannya waktu, Benteng Vredeburg terus merekam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kota Yogyakarta. Salah satunya pada masa penjajahan Inggris 1811-1816, benteng ini dikuasai oleh pemerintah Inggris di bawah penguasaan John Crawfurd atas perintah Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles. Pada masa penguasaan Inggris ini, terjadi peristiwa penting di Benteng Vredeburg yaitu terjadinya penyerangan serdadu Inggris dan kekuatan-kekuatan pribumi ke Keraton Yogyakarta pada 18 sampai 20 Juni 1812 yang dikenal dengan peristiwa Geger Sepoy.
Catatan sejarah lainnya, pada 5 Maret 1942, ketika Jepang menguasai Kota Yogyakarta, benteng ini diambil alih oleh tentara Jepang. Beberapa bangunan di Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tawanan orang Belanda dan orang Indonesia yang melawan Jepang. Benteng Vredeburg digunakan pula sebagai markas Kempetei dan juga sebagai gudang senjata serta amunisi tentara Jepang. (EP/NN-rls)