Nasional
Mengapa Hukum Islam Perlu Ditopang Negara? Ini Jawaban Prof Jimly
JAKARTA— Di antara diskusi yang kerap mengemuka baik di kalangan praktisi atau pakar hukum tata negara adalah apakah hukum Islam perlu mendapat pengakuan dan dukungan negara?
Jawaban atas pertanyaan di atas disampaikan pakar hukum tata negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003-2008), Prof Jimly Asshiddiqie, saat menyampaika materi dalam 6th Annual Conference on Fatwa Studies yang digelar Komis Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 26-28 lalu, sebagaimana dikutip dari kanal resmi Youtube TVMUI, Senin (1/8/2022).
Prof Jimly menyatakan hukum Islam yang ada harus mendapat dukungan dari pemerintah dalam pelaksanaannya.
“Hukum dalam agama kita ini membutuhkan dukungan kekuasaan untuk penerapan. Hukum Islam harus ditopang oleh sistem kekuasaan resmi bernegara. Masalahnya, sistem kekuasaan resmi bernegara ini tidak hanya tercermin dalam peraturan perundang –undangan seperti yang secara sempit kita pahami sekarang,” kata dia.
Menurut Prof Jimly, ada beberapa produk hukum yang membutuhkan topangan dari kekuasaan negara, di antaranya adalah produk hukum regulasi, produk hukum administrasi, produk hukum ajudikasi, produk hukum perjanjian, dan produk ilmu hukum umum.
Tidak hanya membahas terkait hukum Islam, pada kesempatan tersebut Prof Jimly juga menyampaikan beberapa hal yang harus dibenahi dalam hukum nasional. Beliau menegaskan ada tiga hal yang harus dibenahi dalam konteks hukum nasional.
“Menurut saya, dalam konteks hukum nasional kita, kita perlu membenahi mekanisme pembentukan fatwa, selanjutnya mengenai substansi fatwa, lalu mengenai bagaimana fatwa menjadi fungsional dalam konteks hukum nasional bernegara,” kata dia.
Dengan terselenggaranya kegiatan yang mengusung tema “Peran Fatwa MUI dalam Perubahan Sosial” ini, dia berharap bahwa ke depannya ada kumpulan fatwa MUI yang diresmikan.
Peresmian tersebut melalui dua cara yaitu melalu pemerintahan eksekutif yang dituangkan dalam keputusan presiden. Kedua, melalui peradilan dengan tujuan untuk memandu hakim dalam menjalankan tugasnya, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Selanjutnya, dia juga berharap kedepannya Fatwa MUI dikukuhkan Mahkamah Agung dengan penetapan administratif yang diberlakukan sebagai petunjuk untuk semua hakim dalam menjalankan semua tugasnya yang berhubungan dengan kewenangan peradilan agama.
Dia juga mengingatkan MUI memiliki tugas yang cukup besar, baik dalam penegakan hukum maupun dalam bidang lainnya. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)
[MUI]