“Di sini saya mencatat sudah ada 18 negara yang menawarkan bantuan untuk membantu penanganan bencana di Palu, antara lain dari Amerika Serikat, Prancis, Ceko, Swiss, Norwegia, Hungaria, Turki, Uni Eropa, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, Qatar, New Zealand, Singapura, Thailand, Jepang, India dan China. Juga termasuk UNDP dan kelompok organisasi internasional ASEAN sendiri juga sudah menawarkan,” ujar Menko Polhukam Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (1/10).
Dalam konferensi pers tersebut, Menko Polhukam mengatakan ada beberapa alasan mengenai keputusan menerima bantuan dari luar negeri tersebut.
Menurutnya, keputusan itu tentu berdasarkan satu pertimbangan bahwa Indonesia sudah menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan banyak negara.
Bahkan, lanjut Wiranto, kunjungan Presiden Jokowi ke negara-negara sahabat itu juga dalam rangka menjalin dan mempererat hubungan bilateral maupun multilateral.
“Di sanalah kemudian terjalin satu hubungan yang saling menguntungkan dan membantu. Sehingga pada saat tawaran-tawaran dari negara-negara sahabat untuk membantu penanganan bencana di Palu itu sudah begitu banyak maka tentu kita mengapresiasi bantuan itu, sebab bantuan itu adalah buah kunjungan dari Presiden kita ke negara-negara lain yang kemudian membuahkan satu perasaan partisipasi, perasaan solidaritas antarnegara, dan ini tentu tidak bisa ditolak,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Lebih lanjut, Menko Polhukam mengatakan, pertimbangan lain Indonesia menerima bantuan dari luar negeri itu adalah karena Indonesia sudah seringkali berikan sumbangan dan bantuan ke negara yang mengalami musibah.
Dalam catatan Menko Polhukam, Indonesia telah memberikan bantuan musibah yang terjadi di Bangladesh seperti pengungsi Rohingya selanjutnya gempabumi di Nepal, kekeringan di Somalia, dan bantuan untuk Papua Nuginie.
“Artinya soal bantu-membantu merupakan satu tradisi internasional yang perlu kita apresiasi. Maka atas kebutuhan adanya mobilisasi beberapa kebutuhan untuk meringankan saudara-saudara kita di Palu dan sekitarnya maka diputuskan untuk kita menerima bantuan,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Namun, Menko Polhukam mengatakan bantuan-bantuan itu akan diarahkan supaya tepat barang, tepat kebutuhan dan tepat waktu. Dijelaskan oleh Wiranto bahwa arah bantuannya yaitu pertama adalah negara yang menawarkan, kemudian, negara tertentu yang punya kapasitas sesuai kebutuhan.
Bantuan tersebut, sambung Wiranto, bisa juga berwujud barang, alat, dan keahlian tertentu karena yang terpenting adalah timeframe-nya tepat, tepat waktu datangnya sehingga saat dibutuhkan betul-betul ada nilai gunanya.
“Kemudian saat ini yang dibutuhkan adalah bantuan-bantuan untuk tanggap darurat, bantuan yang langsung untuk masyarakat. Di sini saya mencatat beberapa bantuan yang bisa segera diterima pertama adalah berupa alat angkut udara,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Saat bencana terjadi, lanjut Menko Polhukam, kondisi PLN mati, kemudian bahan bakar minyak langka, komunikasi seluler mati, dan beberapa jalan darat terputus sehingga yang paling efektif adalah bantuan cepat dari udara.
Namun, diakui oleh Wiranto bahwa ada keterbatasan angkatan udara untuk secara volume besar harus dipindahkan dari satu tempat ke daerah bencana.
Maka tentu kebutuhan utama, lanjut Wiranto, adalah alat angkut udara dan di sana yang bisa mendarat adalah jenis pesawat angkut besar C 130 Hercules, kalau pesawat Boeing pun itu Boeing tipe 737 dari seri 400 dan 500.
“Lion dan Garuda yang seri 800, 900 tidak mungkin bisa mendarat tapi pesawat C 130 itu bisa. Oleh karena itu, kita mengharapkan adanya angkutan udara C 130,” kata Menko Polhukam Wiranto seraya menambahkan bahwa masalah tenda yang masih banyak dibutuhkan.
Selain itu, water treatment karena dilaporkan bahwa air bersih sulit didapat di sana. Sumber-sumber air bersih itu tidak banyak, lanjut Wiranto, sumur pun membutuhkan listrik dan listrik pasokannya sangat rendah sehingga akan diminta bantuan mengenai genset-genset dari negara-negara itu.
Kemudian juga, tambah Menko Polhukam, rumah sakit lapangan dan tenaga medis, dan juga alat fogging untuk menetralisasi kemungkinan adanya jenazah-jenazah yang terlambat dikubur dan bisa menimbulkan adanya penyakit.
Menko Polhukam berharap agar jangan sampai peristiwa di Aceh terulang kembali, dimana jenazah yang terlambat dikubur kemudian menyebabkan adanya epidemik penyakit tertentu yang bisa menyerang manusia.
“Saya kira rencana koordinasi untuk menerima bantuan ini sedang dibicarakan pukul 5 sore ini. Wakil Menteri Luar Negeri sedang mengumpulkan para Duta Besar negara donor atau yang sudah menyiapkan dan menawarkan untuk membantu,” kata Menko Polhukam Wiranto. (Biro Hukum, Persidangan dan Hublem Kemenko Polhukam/EN)