Politik
NasDem Berharap Upaya Atasi Masalah Tekstil tidak Timbulkan Masalah Baru
JAKARTA (13 November): Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Erna Sari Dewi mengatakan, laporan yang diterimanya dari asosiasi industri tekstil di Jawa Timur, banyak pelaku usaha tekstil yang mengeluh adanya tarik ulur kebijakan impor sehingga membuat usahanya bangkrut.
“Kebijakan ini hanya dalam beberapa bulan saja diubah, kalau bisa kita pakai sistem pegadaian, ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’. Jangan kita mengubah permasalahan yang sudah banyak dengan menimbulkan masalah-masalah baru,” ungkap Erna dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11).
Legislator NasDem dari Dapil Bengkulu itu mengkritik pemerintah atas tarik ulur kebijakan impor yang membuat industri tekstil babak belur. Bahkan saat ini, tambah Erna, di ITC Jakarta hingga Tanah Abang sudah dibanjiri produk-produk asal Tiongkok yang kualitas bagus namun harga murah. Hal itu membuat pengusaha tekstil dalam negeri sangat terpukul. Padahal, industri tekstil merupakan penyumbang devisa negara terbesar kedua.
“Ini menunjukkan adanya tanda-tanda deindustrialisasi prematur. Jadi yang saya tekankan ke Pak Menteri Perindustrian, bagaimana langkah untuk melindungi ini semua dan kita harus melindungi industri dengan RUU Sandang dan RUU Perindustrian,” jelasnya.
Selain itu, Erna juga meminta adanya kebijakan yang lebih komprehensif dan sinkron. Ia menyoroti beban biaya bahan mentah seperti kapas dan benang.
“Pemerintah malah memberatkan pelaku industri di awal. Sedangkan melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024, pemerintah meniadakan sejumlah peraturan teknis untuk impor barang, sehingga produk-produk dari luar membanjiri Indonesia dan membunuh industri lokal,” tegas Erna.
Dengan berbagai persoalan itu, ia berharap permasalahan itu dapat segera diselesaikan. Menurutnya, perlu adanya koordinasi antara Kemendag terkait izin impor, Kemenperin terkait peraturan teknis, dan Kemenkeu terkait pajak.
“Koordinasi dan sinkronisasi ini penting agar pelaku industri tidak babak belur dan konsumen juga tidak menjadi korban. Peninjauan secara komprehensif akan membuat keseimbangan bagi semua pemangku kepentingan,” pungkas Erna.
(heri/*)