Politik
Pasal Penghinaan Presiden Diketok Pasca Pemilu 2019
Kabarpolitik.com, JAKARTA – Pasal penghinaan terhadap presiden hingga kini masih digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dipastikan, pembahasan aturan hukum itu baru akan dilaksanakan usai Pemilu 2019 mendatang.
Saat ini, kata Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Arsul Sani, pihaknya masih memperbaikinya.
“Sekarang sedang perbaikan formula atau hal-hal yang sudah kita bahas, kita sepakati tetapi rumusannya belum disempurnakan,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (11/10).
Dalam perbaikan RKUHP termasuk di dalamnya pasal penghinaan presiden ini, DPR mengundang sejumlah pihak. “Undang para ahli hukum pidana, profesor guru besar, dosen senior, kita minta pendapat,” imbuhnya.
Ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR bahwa RKUHP akan diketok pasca Pemilu 2019 mendatang. “Nanti sehabis pemilu baru kemudian kita bahas dan kita ketok supaya tidak ada tujuan politisasi,” tegas Arsul.
Soal pasal penghinaan presiden sendiri, ada kesepakatan agar pasal ini masuk ke delik aduan. “Kemudian ancaman hukumamnya ada yang mengusulkan di bawah lima tahun,” pungkas Arsul.
Diketahui, dalam RKUHP, pasal penghinaan presiden diatur dalam Pasal 239 ayat (1) RKUHP. Disebutkan bahwa setiap orang di muka umum menghina presiden dan wapres, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp 500 juta).
Pasal 239 Ayat (2) menyebutkan, tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri.
(dna/JPC)