Hukum
Pengamat: Jangan Pernah Jadikan Hoax Sebagai Senjata Pertempuran Politik!
Jakarta – Pengamat politik yang juga Direktur Konsepindo Research and Consulting, Veri Muhlis, mengatakan bahwa perkara Ratna Sarumpaet merupakan kasus kebohongan politik dengan tujuan politisasi hoax. Pada awalnya, lanjut Veri, peristiwa yang ingin direncanakan Ratna akan memunculkan simpati publik. Sehingga memunculkan antipati terhadap lawan politiknya.
Veri melanjutkan, beruntung pihak kepolisian bertindak cepat serta tegas. Ia pun memuji langkah yang diambil oleh polisi, dengan menangkap Ratna, karena sudah menyebarkan berita hoax serta menimbulkan kegaduhan nasional.
“Untung polisi cepat tanggap sehingga segera dengan mudah diketahui bahwa itu semua adalah rekayasa dan kebohongan belaka. Seharusnya semua pihak diproses secara hukum,” ujar Ver, Selasa (05/03/2019).
Masih dari penjelasan Veri, pihak-pihak yang pernah terlibat menggelar konferensi pers dan menyatakan dukungannya terhadap peristiwa kebohongan Ratna, termasuk Prabowo Subianto, sepatutnya dipanggil kembali oleh polisi.
“Saat itu kenapa dengan segera melakukan preskon tapi ternyata peristiwanya bohong. Padahal justru tujuan awalnya politisasi. Karenanya aneh kalau tuduhan politisasi justru ditujukkan ke polisi,” tuturnya menambahkan.
Karena itu, menurut Veri, kasus Ratna, harus jadi pelajaran agar jangan pernah menjadikan hoax sebagai senjata dalam pertempuran politik.
“Dalam kasus Ratna juga masyarakat bisa belajar bahwa membuat rekayasa peristiwa dengan tujuan politik bisa berakibat pidana. Pemilu adalah ajang biasa dan rutin, adu program kerja dan bursa peduli akan jauh lebih elok ketimbang perang wacana,” ungkapnya menegaskan.
Sekedar informasi, belum lama ini, Wakil Ketum Gerindra Fadli Zon menyebut perkara hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet telah dipolitisasi. Padahal kasus Ratna sudah masuk ke proses hukum.
Sebelumnya dalam jumpa pers, Ratna mengaku sebagai pencipta berita bohong (alias hoax ) yang terbaik. Pernyataan Ratna ini mematahkan kabar bahwa dia dianiaya di Bandung pada 21 September 2018. Polisi sebelumnya menyatakan Ratna ke RS Bina Estetika di Jakarta pada 21 September, bukan di Bandung.
Bahkan, aktivis berusia 70 tahun ini meminta maaf kepada banyak pihak, termasuk kepada pihak yang selama ini dikritiknya. Ratna mengaku berbohong soal penganiayaan dirinya saat bertemu dengan sejumlah orang, di antaranya Prabowo Subianto, Fadli Zon, dan Amien Rais.