Hukum
Rini dan Mochtar Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Kabarpolitik.com – Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil dua mantan Sekretaris Perusahaan PT Dirgantara Indonesia (DI), Rini Pasaribu dan Mochtar Sharief. Keduanya dipanggil untuk mendalami kasus dugaan suap kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI periode 2007-2017.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, mereka akan ditanya terkait penyidikan kasus perkara dugaan suap kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI periode 2007 hingga 2017.
“Keduanya dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santos) mantan Direktur Utama (Dirut) PT DI (Dirgantara Indonesia,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020).
Penyidik KPK sebelumnya juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT. DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam kasus ini.
Konstruksi perkara kasus ini terjadi awal 2008, saat itu tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Tersangka Budi yang saat itu menjabat sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI.
Sedangkan, proses untuk mendapatkan dana kebutuhan tersebut diduga dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Selanjutnya pada tahun 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
KPK menduga bahwa selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar. Dengan demikian, total kerugian negara sekitar Rp330 miliar.
Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai, sekitar Rp96 miliar.
Uang ini kemudian diterima oleh pejabat di PT DI, di antaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI. [rif]