Politik
Rudi Bangun Soroti Kebijakan PLN yang tidak Maksimal Terapkan Tarif Layanan Premium
JAKARTA (3 Desember): Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudi Hartono Bangun, mempertanyakan kebijakan PLN yang tidak menerapkan tarif layanan premium kepada 17.086 pelanggan.
Berdasarkan Laporan BPK, kebijakan itu membebani keuangan negara Rp8,5 triliun dan kehilangan pendapatan Rp6,9 triliun.
Rudi mengatakan, beberapa hari terakhir mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat mengapa PLN tidak optimal menerapkan tarif layanan premium tersebut.
“Nanti Bapak bisa tolong jawab benar atau salah. Jadi tentang kebijakan PLN yang tidak memasukkan 17.086 pelanggan PLN sebagai pelanggan tarif premium,” ujar Rudi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Dirut PLN Darmawan Prasodjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12).
Menurut Rudi, kebijakan itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PLN. Pada laporan BPK April 2024, kebijakan itu membebani keuangan negara Rp8,5 triliun dan kehilangan pendapatan Rp6,9 triliun.
“Saya ingin menanyakan tentang model bisnisnya ini. Kenapa misalnya kalau benar, PLN tidak memasukkan 17.000 pelanggan itu? Bagaimana cara perhitungannya sehingga negara tidak terbebani Rp8,5 triliun dan kehilangan Rp6,9 triliun?” tanya Rudi.
Dalam RDP tersebut Rudi juga mempertanyakan kinerja keuangan PLN pada 2023. Total pendapatan PLN pada 2023 sebesar Rp487,4 triliun, namun laba bersihnya hanya Rp22,1 triliun.
“Ini sebenarnya berapa persen biaya beban dan biaya bisnis perusahaan, operasinya. Apakah ini tidak terlalu besar biaya beban dan biaya bisnis operasi PLN, sehingga total revenue Rp487 triliun tersisa hanya Rp22,1 triliun?,” tanya Rudi lagi.
Di sisi lain, Rudi juga mengapresiasi semakin baiknya layanan PLN di daerah-daerah. Kinerja PLN di bidang jaringan, distribusi, serta kecepatan penanganan gangguan sudah semakin baik. (yudis/*)