Politik
Sanksi Administratif Ancam Kepala Daerah
Jakarta: Pajabat pembina kepegawaian (PPK), yakni gubernur, bupati, atau wali kota yang lalai mengawasi dan tidak memberhentikan para pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat kasus korupsi, akan dikenai sanksi. Para pejabat itu dianggap melakukan maladministrasi jabatan yang merugikan keuangan negara.
"Karena yang bisa memecat itu PPK. Sanksinya bisa berupa teguran lisan atau tertulis," kata Kepala Biro Hukum Komunikasi Informasi Publik, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mudzakir saat dihubungi Media Indonesia, Kamis, 7 September 2018.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan 2.674 PNS terpidana korupsi, dengan perincian 317 sudah diberhentikan tidak dengan hormat. Sisanya, 2.357 orang masih aktif sebagai PNS serta menerima gaji.
Data-data termasuk data gaji para PNS terpidana koruptor itu pun kini diblokir BKN untuk mencegah potensi kerugian negara. Itu juga merupakan bagian dari strategi nasional pencegahan korupsi (stranas PK).
Para PNS terpidana korupsi terbanyak berada di wilayah kerja Kantor Regional XII BKN Pekanbaru yakni 301 orang. Pekanbaru disusul Kantor Regional VI BKN Medan (298 orang), Kantor Regional X BKN Denpasar (292 orang), dan Kantor Regional V BKN Jakarta (265 orang).
Mudzakir membantah adanya keterlambatan dalam penanganan kasus PNS terpidana korupsi yang masih menerima gaji. "Ini menyangkut kewenangan antarlembaga. Makanya butuh rapat koordinasi dulu. Jadi, bukan karena birokrasinya yang lamban merespons hal itu," ujar dia.
Rapat koordinasi yang akan melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan dan Rebiro, serta BKN itu bertujuan menyamakan langkah terkait dengan sanksi bagi 2.357 PNS. Jika data itu sudah tervalidasi, rakor akan merekomendasikan kepala daerah selaku PPK untuk memecat secara tidak hormat PNS terpidana korupsi.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin segera membahas kasus para PNS yang terlibat korupsi dan telah berkekuatan hukum tetap. Dia akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Senin, 17 September 2018.
"Kita tunggu rakornya dulu. Baru nanti akan kita putuskan dengan tegas," kata Syafruddin di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Syafruddin tidak menampik para pegawai tersebut berpotensi untuk diberhentikan dari jabatan mereka. Meski demikian, dia mengaku tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan dan bakal melihat dulu secara lebih mendalam sebelum memutuskan.
Baca: Ribuan PNS Koruptor Masih Menikmati Gaji
"Ya, nanti kita lihat (soal pemecatan), kan tidak boleh satu pihak karena itu menyangkut banyak pihak," terang Menteri Syafruddin.
Pengembalian gaji
Di sisi lain, Mudzakir menyebut rakor tersebut bisa juga menuntut para PNS untuk mengembalikan gaji yang diterima jika surat pemecatan keluar. Pasalnya, selain malaadministrasi, hal itu merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, pemerintah daerah seperti Pemprov Riau memilih untuk menahan gaji PNS terpidana kasus korupsi. "Gajinya sudah pada ditahan. Untuk pemberhentian tetap, masih menunggu dokumen putusan pengadilan," ungkap Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmad Hijazi.