Connect with us

Hukum

Tanggapi In Absentia Harun Masiku, ICW: Taji KPK Tak Kayak Dulu

Kabarpolitik.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membuka peluang mengadili mantan calon anggota legislatif PDI-P Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman secara in absentia atau tanpa kehadiran.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan rencana mengadili Harun dan Nurhadi tanpa kehadiran membuktikan KPK tak serius mencari dua tersangka yang sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron. Menurutnya, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri Cs terbukti mengalami kemunduran.

“Memang KPK era Firli (Ketua KPK Firli Bahuri) mengalami kemunduran yang luar biasa. Taji KPK tidak seperti sedia kala,” kata Kurnia, berdasarkan keterangannya, Senin (9/3/2020).

Kurnia menjelaskan ketentuan sidang in absentia memang diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, katanya, sebelum menerapkan ketentuan itu KPK harus memenuhi syarat khusus, yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan. “Rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia,” ujarnya.

Harun adalah tersangka dugaan suap PAW Anggota DPR 2019-2024, sedangkan Nurhadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan sejumlah perkara di MA.

Harun hilang seusai KPK menangkap tangan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada 8 Januari lalu. Keberadaan Harun sampai saat ini belum juga diketahui oleh lembaga penegak hukum.

Untuk kasus Harun, Kurnia menyebut sejak awal muncul kontroversi yang dilakukan lembaga antirasuah, seperti kegagalan menyegel ruangan di Kantor DPP PDIP, hingga ketidakjelasakan sikap pimpinan terkait insiden di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). “Seluruh kontroversial ini menjadikan satu dugaan bahwa pimpinan KPK memang tidak ingin perkara ini terbongkar tuntas,” katanya.

Sementara, ihwal pencarian Nurhadi, Kurnia tak yakin jika KPK benar-benar serius menggeledah sejumlah lokasi. Padahal, sempat beredar kabar jika Nurhadi berada di salah satu apartemen di Jakarta. “Pertanyaannya, apakah sudah dilakukan penggeledahan di wilayah tersebut? Kita tidak terlalu yakin KPK sudah melakukannya,” tuturnya.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim pihaknya sudah berupaya maksimal mencari Harun dan Masiku. Pihaknya juga telah membentuk tim khusus untuk mencari dua buronan tersebut.

“Kami telah membentuk tim pencari spesial untuk mencari DPO di Indonesia,” kata Ghufron kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta.

Lebih lanjut, Ghufron menyebut pihaknya tetap melengkapi berkas penyidikan untuk kedua tersangka itu. Menurutnya, hal ini juga menjadi bagian dari prosedur KPK.

Komisi antirasuah takkan menunggu Harun dan Nurhadi tertangkap. Ia justru menyebut kedua buronan ini melepaskan haknya untuk membela diri jika terus lari dari kejaran KPK. “Kalau dia tidak ada, itu artinya dia tidak menggunakan haknya untuk membela,” tuturnya.

Sudah lebih dari satu bulan, KPK belum berhasil menangkap Harun. KPK beralasan kesulitan mencari Harun yang hilang seusai OTT terhadap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan pada 8 Januari lalu. KPK pun memasukkan Harun dalam DPO alias buron.

Sementara Nurhadi kerap mangkir dari panggilan penyidik KPK selama tiga kali berturut-turut. Lembaga antikorupsi kemudian menetapkan Nurhadi sebagai buron bersama dua tersangka lainnya, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.[ab]

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *