Nasional
Tantangan Dewan Pengawas Syariah Terkini: Fintech, Tahun Politik, dan Pro-Kontra Spin Off UUS
JAKARTA – Wakil Ketua BPH DSN MUI, Adiwarman Karim menyampaikan empat tantangan yang dihadapi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) di era sekarang.
“Tantangan pertama, saat ini banyak fintech (financial technology) yang tengah mencari bank-bank kecil untuk mereka beli, ” jelas Adiwarman dalam Workshop Pra Ijtima Sanawi (Annual Meeting) DSN MUI ke-7, di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Selasa (27/09).
Pakar Ekonomi Syariah tersebut menjelaskan, bank kecil yang mereka cari digunakan untuk mengantongi izin penghimpunan dana. Fintech tersebut sama sekali tidak menargetkan membeli bank besar.
“Cara yang dilakukan yaitu dengan membeli bank kecil untuk melengkapi ekosistem kerja yang mereka miliki, ” ungkapnya.
Tantangan kedua, lanjut Adiwarman, yaitu Indonesia akan memasuki tahun politik di tahun 2024. Dalam perhelatan tersebut, akan banyak memunculkan program-program untuk rakyat.
Karena itu, Adiwarman mengingatkan DPS lebih aktif mengawasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pengawasan lebih ini untuk meningkatkan kewaspadaan bila ada keterlibatan BPR Syariah dalam program kampanye politik.
“Selanjutnya, tantangan ketiga yaitu RUU Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang tengah digodok di DPR. UU tersebut kemungkinan merevisi berbagai peraturan perundang-undangan terkait sektor keuangan, termasuk di dalamnya UU perbankan syariah,” tutur Komisaris Utama BSI tersebut.
Salah satu titik krusial RUU PPSK itu, ujar Adiwarman, adalah dihilangkannya kewajiban spin off Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Konvensional menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Kewajiban tersebut telah muncul dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pro Kontra mengenai spin off ini akan terus berlangsung sampai akhir tahun.
Tantangan terakhir, ujar Adiwarman, direksi BUS hasil spin off hanya tiga orang mulai tahun 2023 sampai 2024. Sesuai aturan OJK, maka jumlah DPS pada BUS hasil spin off tersebut juga semakin berkurang.
“DPS di bank UUS tadinya 3 orang tersebut, jika disesuaikan dengan peraturan OJK bahwa jumlah DPS maksimal separuh dari direksi, kalau 3 orang direksi, maka kita bulatkan menjadi hanya 2 orang DPS, ” katanya.
Berkurangnya personalia DPS tersebut, kata dia, harus diantisipasi dengan semakin menguatkan kompetensi dan kualitas. DPS di BPR Syariah harus memiliki kualifikasi yang setara dengan DPS di Bank Umum Syariah. (Isyatami Aulia/Azhar)
[MUI]