Internasional
Xi Jinping Jadi Korban Hoax Kudeta Militer, Media Sosial Lewati Batas

Kabarpolitik.com–Kekuatan jemari netizen lewat media sosial begitu cepat menyiarkan kabar kudeta militer atas Presiden Tiongkok yang belum terverifikasi kebenarannya. Dalam kasus itu, Xi Jinping disebut menjadi tahanan rumah.
Peran media sosial dalam hal tersebut disebut keterlaluan alias melewati batas. Desas-desus media sosial dari berbagai sumber yang mengklaim upaya kudeta militer atas Presiden Xi Jinping dan berada di bawah tahanan rumah menjadi viral dalam beberapa hari terakhir. Klaim yang mengejutkan, tetapi tidak diverifikasi, mencoba melukiskan gambaran kacau di Tiongkok.
Laporan WION, membedah berita viral, itu hanya klaim tak berdasar yang dibagikan media sosial yang tidak diverifikasi dan tidak ada bukti nyata yang diberikan. Kemungkinan besar itu adalah permainan di media sosial Twitter dan disajikan dengan tambahan ilustrasi tagar #ChinaCoup.
Klaim tersebut membuat gebrakan di media sosial setelah beberapa saluran berita top menyebutnya sebagai berita eksklusif. Namun, rumor tersebut kini telah berhenti menjelang pertemuan penting partai Komunis Tiongkok yang berkuasa bulan depan, ketika Xi diperkirakan akan diberikan masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya. Laporan menyebutkan bahwa Xi diperkirakan akan diangkat kembali sebagai pemimpin partai dan komisi militer pada pertemuan lima tahun sekali.
Daftar delegasi komite pusat Partai Komunis Tiongkok (PKC) untuk kongres partai diumumkan media pemerintah dan Xi dijadwalkan hadir.
Desas-desus kudeta dimulai hanya beberapa hari setelah pejabat keamanan senior dipenjara karena korupsi. Mantan wakil menteri keamanan publik Sun Lijun, mantan menteri kehakiman Fu Zhenghua, dan mantan kepala polisi Shanghai, Chongqing dan Shanxi dijebloskan ke penjara oleh pengadilan Tiongkok atas tuduhan korupsi pekan lalu.
Awal Mula Rumor
Itu dimulai ketika klaim tidak berdasar disertai dengan video kendaraan militer beredar di media sosial. Beberapa membagikan video yang mengklaim itu sebagai rekaman sebenarnya dari kendaraan militer yang bergerak ke Beijing.
Seorang pengguna Twitter dengan akun yang diidentifikasi sebagai New Highland Vision menulis bahwa mantan presiden Tingkok Hu Jintao dan mantan perdana menteri Wen Jiabao membujuk Song Ping, mantan anggota Komite Tetap Politbiro, untuk mengambil kendali Biro Pengawal Pusat (CGB) dari Xi. Tweet itu di-posting pada 22 September. Akun tersebut memiliki lebih dari 20.000 pengikut.
Desas-desus itu semakin dipicu ketika beberapa orang mengklaim bahwa beberapa penerbangan masuk dan keluar dari Beijing dikatakan dibatalkan seperti halnya beberapa kereta api dan bus. Di media sosial Tiongkok, tidak ada penyebutan spesifik tentang rumor kudeta. Namun, tagar Weibo yang terkait dengan bandara di seluruh negeri membatalkan penerbangan dilihat oleh lebih dari 200.000 orang selama akhir pekan.
Apa Kebenarannya?
Seorang ahli di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Drew Thompson, mengatakan, kudeta di Tiongkok tidak sepenuhnya tidak masuk akal. Thompson menyebutkan, Xi dilaporkan telah menunjukkan kekhawatiran tentang prospek pada masa lalu, tetapi desas-desus kudeta seperti angan-angan.
”Pada dasarnya tidak kredibel. Rumor bahwa Xi Jinping telah ditangkap memiliki alasan karena ini adalah momen politik yang sensitif di Tiongkok, dan pengadilan baru-baru ini memvonis terhadap pejabat senior,” tutur Drew Thompson.
Menghilangnya Xi memicu rumor Presiden Tiongkok telah absen dari mata publik sejak dia kembali dari KTT SCO di Uzbekistan. Ada yang mengatakan dia mungkin dikarantina pencegahan Covid.
”Saya pikir fakta rumor ini menyebar sejauh ini, dan dianggap cukup masuk akal untuk dianalisis, benar-benar merupakan cermin dari kelemahan mendasar pemerintahan Tiongkok,” ucap Thompson.
Peran media sosial
Rumor itu juga menimbulkan satu pertanyaan apakah publik harus percaya atau tidak dengan apa yang ditawarkan media sosial. Seperti dalam kasus tersebut, desas-desus yang terkait dengan kudeta dapat menyebabkan masalah keamanan nasional dan keadaan kacau balau. Peran media sosial juga dipertanyakan dalam kasus itu karena rumor yang beredar selama beberapa hari dan tweet yang menyesatkan masih ada.
