Connect with us

Politik

Bahlil Lahadalia Raih Gelar Doktor UI, Lulus Cumlaude Kurang dari 2 Tahun

Kabarpolitik.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia meraih gelar doktor dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Makara Art Center UI Depok, Jawa Barat, Rabu (16/10).

Ketua Umum Golkar, Bahlil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.

Bahlil menghabiskan waktu menjalani kuliah dan riset dalam tempo sekitar satu tahun dan 7 bulan hingga akhirnya dinyatakan lulus dengan predikat pujian cumlaude.

Ia tercatat sebagai mahasiswa doktor pada SKSG UI mulai tahun akademik 2022/2023 term 2 hingga 2024/2025 term 1, atau empat semester.

Berdasarkan informasi yang diakses dari laman Pangkalan Data Dikti, Bahlil mulai terdaftar sebagai mahasiswa program doktoral UI itu pada 13 Februari 2023.

Sidang doktoral tersebut diketuai Prof Ketut Surajaya, dengan Prof Dr Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Dr Teguh Dartanto dan Athor Subroto Ph D sebagai ko-promotor.

Tim penguji terdiri atas para ahli seperti Dr Margaretha Hanita, Prof A Hanief Saha Ghafur, Prof Didik Junaidi Rachbini, Prof Arif Satria, dan Prof Kosuke Mizuno.

Disertasi Bahlil tersebut menyoroti tentang pentingnya reformulasi kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia untuk menciptakan keadilan dan keberlanjutan bagi masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah.

“Pemerintah daerah belum mendapat dana transfer yang adil untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan di daerah. Pengusaha daerah juga belum terlibat secara maksimal dalam ekosistem hilirisasi, sementara hilirisasi masih didominasi oleh investor asing,” kata Bahlil.

Selain itu, investor di daerah belum memiliki rencana diversifikasi jangka panjang yang berdampak pada keberlanjutan hilirisasi di masa mendatang.

Dalam penelitiannya, ia menemukan hilirisasi saat ini menghasilkan dampak positif, khususnya bagi pemerintah pusat dan investor melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi, dan ekspor.

Namun, ia juga mengidentifikasi empat masalah utama yang perlu segera disikapi.

Guna mengatasi tantangan tersebut, Bahlil merekomendasikan empat kebijakan utama.

Pertama, reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi agar lebih adil bagi pemerintah daerah.

Kedua, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah untuk menciptakan nilai tambah lokal.

Ketiga, penyediaan pendanaan jangka panjang bagi perusahaan nasional yang terlibat dalam hilirisasi.

Terakhir, kewajiban diversifikasi jangka panjang bagi investor guna memastikan keberlanjutan setelah cadangan mineral habis.

Selain itu, Bahlil juga menekankan pentingnya pembentukan Satuan Tugas dengan mandat dari Presiden untuk mengoordinasikan kebijakan hilirisasi, baik dengan pemerintah maupun pelaku usaha, serta mengusulkan penguatan tata kelola yang berorientasi pada hasil konkret, penerapan conditionalities, dan pendekatan yang iteratif dan eksperimental.

“Saya berharap temuan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah atau pemangku kepentingan lain di Indonesia yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dalam mereformulasi kebijakan hilirisasi nikel dan memperkuat kelembagaan serta tata kelola untuk mendukung hilirisasi industri sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujarnya.

.

(GI/KP/fid)

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *