Connect with us

Internasional

Dugaan Pelanggaran HAM Etnis Muslim Uighur di Xinjiang, Indonesia Minta China Patuhi Perjanjian HAM Internasional

Published

on

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri sudah memanggil duta besar China untuk Indonesia terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang.

JK mengatakan bahwa pemerintah kini masih menunggu laporan dari kedutaan besar Indonesia di China untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dugaan tersebut.

“Semuanya menunggu laporan dari kedubes kita di sana dan juga follow up pemanggilan dubes China ke menlu pada tiga hari lalu,” ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, dilansir CNN, Kamis (20/12).

JK mengaku prihatin jika dugaan pelanggaran HAM itu benar terjadi pada muslim Uighur yang ada di Xinjiang. Ia menyatakan bahwa China harus mematuhi perjanjian HAM yang telah disepakati secara internasional.

“Makanya kita minta dari pihak China dan kedutaan di sini untuk menjelaskan secara terbuka, baik kepada umum dan oramas-ormas Islam,” katanya.

Kendati demikian, JK menegaskan agar publik lebih berhati-hati dan subjektif melihat permasalahan tersebut. Menurut JK, tak menutup kemungkinan ada tindakan radikal dari para muslim Uighur.

Berkaca dari pengalaman kasus terorisme yang melibatkan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, ada anggota kelompok yang berasal dari etnis Uighur.

“Kita harus bedakan perlakuan diskriminatif dengan radikalisme karena ke Indonesia pun ada Uighur yang ikut bantu Santoso di Poso. Jadi juga agar dipahami bahwa bisa juga terjadi radikalisme,” ucap JK.

Pemerintah China disebut melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas muslim di Xinjiang.

Salah satu pelanggaran HAM paling dikhawatirkan adalah mengenai penangkapan etnis Uighur dan minoritas muslim di Xinjiang yang marak dilakukan otoritas China.

Berdasarkan kesaksian mereka, otoritas China terus melakukan penahanan massal sewenang-wenang terhadap Uighur dan minoritas muslim lain di Xinjiang sejak 2014 lalu.

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *