Connect with us

Nasional

Lihatlah, Sejumlah Guru Honorer K2 Ini Menangis

Kabarpolitik.com, MALANG – Aksi unjuk rasa tenaga honorer K2 di depan kantor DPRD Kabupaten Malang, Jatim, Kamis (20/9), diwarnai isak tangis. Belum selesai bacaan istighotsah, puluhan orang sudah sesenggukan. Mereka tak mampu menahan derai air mata.

Puluhan ibu-ibu yang menangis tersebut adalah bagian dari aksi sekitar 500 guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) dari 33 kecamatan di Kabupaten Malang.

Mereka menggelar aksi untuk memprotes Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 36 dan 37 Tahun 2018 yang membatasi usia maksimal 35 tahun untuk bisa menjadi PNS.

Karena itu, yang melakukan demonstrasi itu GTT dan PTT yang usianya di atas 35 tahun.

Bersamaan dengan aksi tersebut, membuat proses belajar mengajar di SD dan SMP di Kabupaten Malang setengah lumpuh.

”Kami tinggalkan siswa-siswi hari ini (kemarin, Red), biar tahu, kalau tidak ada kami kegiatan belajar mengajar tidak akan berjalan,” kata Ketua Umum Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK21) PGRI Kabupaten Malang Ari Susilo.

Sesuai formasi CPNS dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Timur, Kabupaten Malang hanya mendapatkan 830 formasi tenaga PNS. Sebanyak 135 di antaranya diperuntukkan bagi GTT dan PTT kategori 2. ”Sementara di sini (Kabupaten Malang) ada 1.800 tenaga K2, 1.700 di antaranya sudah berusia lebih dari 35 tahun,” kata Ari.

Kalaupun dipaksakan dengan GTT maupun PTT yang usianya di bawah 35 tahun, saat ini tercatat hanya 66 orang yang memenuhi kriteria sebagai pendaftar CPNS.

Karena itulah, mereka melakukan aksi agar Pemkab Malang dan DPRD Kabupaten Malang bisa membantu.

Sedangkan kebijakan pemerintah untuk menampung honorer yang tidak memenuhi syarat formasi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pun ditolak mereka mentah-mentah. ”Tolok ukurnya apa? Peraturannya saja sekarang masih belum tuntas digodok,” imbuhnya.

Dengan latar belakang pendidikan minimal strata 1 (S-1), seorang PNS berhak mendapatkan tunjangan setara eselon III A dengan gaji Rp 3 juta per bulan.

”Sementara kami yang sarjana dan ada yang mengabdi lebih dari 25 tahun ini hanya digaji lewat dana BOS Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu saja per bulan,” ungkapnya getir.

Insentif yang telah dianggarkan pemkab pun tidak cukup bisa diandalkan. Hingga 2018 ini, Pemkab Malang hanya bisa mencairkan insentif GTT dan PTT sebesar Rp 600 ribu per tahun.

Setelah selesai melaksanakan istighotsah dan berdoa, para demonstran ini menggalan dana iuran untuk disumbangkan kepada GTT yang sedang sakit kanker pankreas. GTT yang sedang sakit itu adalah guru SDN Ampeldento 2, Karangploso, Kabupaten Malang, Nunuk Ifawati. Total dana yang terkumpul mencapai Rp 3,8 juta.

Di tempat terpisah, Bupati Malang Rendra Kresna berharap pemerintah pusat melakukan kajian kembali terkait dengan batasan usia bagi K2. Dibanding dengan usia pengangkatan PNS terhadap sekretaris desa yang batasnya hingga usia 50 tahun, pembatasan pengangkatan PNS di bawah usia 35 tahun tidak pro terhadap tenaga pendidikan maupun kesehatan yang sudah mengabdi bertahun-tahun.

”Dengan adanya ketentuan itu (Permen PAN-RB) sudah tidak ada artinya lagi pengabdian mereka selama belasan hingga puluhan tahun,” jelas Rendra.

Sebagai ikhtiar, Pemkab Malang sudah berkali-kali meminta Kemen PAN-RB untuk menjadikan guru-guru K2 sebagai prioritas pengangkatan PNS. ”Kalau tesnya harus dibarengkan dengan yang muda-muda, dari segi kompetensi pasti yang sudah sepuh-sepuh ini akan kalah,” pungkasnya kesal. (iik/c2/riq/jpnn)

source

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *