Internasional
Musim Dingin jadi Senjata Rusia, Ukraina Minta Tambahan Bantuan NATO

Kabarpolitik.com– ”Beri Ukraina senjata untuk membebaskan wilayahnya.” Itu adalah jawaban yang dilontarkan Oleksandra Matviichuk jika ada yang bertanya kepadanya tentang bagaimana cara menghentikan kejahatan yang dilakukan Rusia.
Matviichuk bukan perempuan biasa. Dia adalah direktur organisasi HAM Pusat Kebebasan Sipil sekaligus peraih Nobel Perdamaian 2022.
Bagi tokoh peraih Nobel Perdamaian, adalah hal yang tidak biasa meminta senjata. Matviichuk tahu akan hal itu. Namun, dia sudah tidak memiliki instrumen hukum lain yang bisa menghentikan kekejaman Rusia. Itu disebabkan Kremlin secara terbuka mengabaikan hukum internasional dan semua keputusan organisasi internasional.
”Ini adalah situasi yang aneh bagi saya. Ini juga tanda yang jelas bahwa ada yang salah dengan seluruh sistem internasional ketika seorang pengacara HAM sampai meminta sistem pertahanan udara,” ujarnya seperti dikutip The Moscow Times.
Perempuan 39 tahun asal Ukraina tersebut menegaskan bahwa negaranya membutuhkan fasilitas militer untuk membantu melindungi wilayah udaranya. Salah satunya tentu dengan sistem pertahanan udara. Itu akan membantu mencegah adanya kerusakan tambahan pada infrastruktur sipil.
Ukraina saat ini memang berhasil memukul mundur pasukan Rusia. Namun, situasi di lapangan juga tidak menguntungkan. Rusia menyerang dari jarak jauh dengan membabi buta. Infrastruktur penting seperti jaringan listrik dan air bersih jadi sasaran utama. Banyak pula permukiman penduduk yang dihujani misil.
Serangan besar-besaran Rusia beberapa waktu belakangan ini selalu terjadi pada hari Senin, di awal pekan, ketika orang mulai bekerja. Wali Kota Kiev Vitali Klitschko menegaskan bahwa sebagian dari 3 juta penduduk di wilayahnya mungkin harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman dan tidak rentan ditutup karena serangan misil. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa Rusia tidak akan berhenti menyerang sebelum stok misil mereka habis.
Sekjen NATO Jens Stoltenberg menuding Presiden Rusia Vladimir Putin berniat menggunakan cuaca dingin, salju, dan es untuk keuntungannya. Baik itu di medan perang maupun untuk melawan warga sipil Ukraina.
”Presiden Putin kini mencoba menggunakan musim dingin sebagai senjata perang melawan Ukraina dan ini mengerikan,” ujar Stoltenberg menjelang pertemuan para menteri luar negeri anggota NATO di Bucharest, Rumania.
”Itulah mengapa sekutu NATO meningkatkan dukungannya ke Ukraina,” tambahnya seperti dikutip Al Jazeera. Hal senada diungkapkan Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly.
Dilansir Agence France-Presse, Menteri Kehakiman Jerman Marco Buschmann, Selasa (29/11) menegaskan bahwa perusakan sistematis yang dilakukan Rusia terhadap suplai pemanas dan listrik di musim dingin merupakan sebuah kejahatan perang yang sangat buruk. Di beberapa wilayah Ukraina, suhu udara di musim dingin bisa mencapai minus 11–20 derajat Celsius. Tanpa pemanas dan listrik, orang-orang yang selamat dari serangan Rusia bisa mati membeku.
Sementara itu, enam menteri luar negeri dari negara Baltik dan Nordik berkunjung ke Ukraina Senin (28/11). Mereka dari Estonia, Finlandia, Islandia, Latvia, Lithuania, Norwegia, dan Swedia. Itu adalah kunjungan terbesar delegasi asing tingkat tinggi ke Kiev sejak Moskow menyerang Februari lalu. Mereka berjanji memberikan bantuan berupa generator, baju hangat, dan juga makanan untuk Ukraina. Tujuannya satu, membantu penduduk melewati musim dingin. Suhu di kisaran bulan Desember biasanya menjadi yang terdingin.
Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsal meminta bantuan tambahan senjata untuk Ukraina. Yaitu senjata yang bukan hanya untuk melindungi diri, tapi juga melawan. Ibaratnya memberi tameng sekaligus pedangnya.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba yang bertemu dengan koleganya di NATO meminta agar bantuan senjata dikirim secepatnya. Hal itu supaya mereka bisa menghalau serangan Rusia. Dia meminta lebih banyak sistem pertahanan udara, tank, dan pelontar misil jarak jauh.
