Pemerintahan
Pertumbuhan Diprediksi 5,2%, Fitch Pertahankan Peringkat Utang Indonesia Pada Posisi BBB
Lembaga pemeringkat utang Fitch pada Senin (3/9) kemarin mengumumkan bahwa peringkat utang (rating) Indonesia tetap pada posisi BBB dengan outlook stable. Ini berarti Indonesia berhasil mempertahankan peringkat BBB yang diperolehnya sejak Desember 2017 itu. Sebelumnya, Fitch telah memasukkan Indonesia dalam kategori investment grade sejak 2011.
Mengenai peringkat BBB yang diperolehnya kali ini, menurut Fitch, karena tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang baik merupakan faktor positif bagi peringkat utang Indonesia.
“Fitch juga menggarisbawahi beberapa upaya pemerintah dan otoritas dalam menjaga stabilitas di tengah tekanan yang dihadapi negara-negara berkembang, seperti kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga, mengendalikan arus modal keluar, dan menjaga inflasi tetap berada di level yang rendah,” tulis Fitch sebagaimana dikutip dari siaran pers Kementerian Keuangan RI, Senin (3/9).
Lebih lanjut, Fitch juga melihat kondisi keuangan eksternal Indonesia lebih kuat dibanding periode Taper Tantrum di tahun 2013 yang merupakan hasil dari disiplin kebijakan fiskal dan langkah makro-prudensial yang meredam kenaikan tajam utang luar negeri swasta.
Selain itu, yang turut mendukung stabilitas adalah kesepakatan bilateral swap dengan Australia, Jepang dan Korea Selatan, serta tetap berpartisipasi dalam Chiang Mai Initiative.
Pada sisi pengelolaan fiskal, Fitch memandang konsolidasi fiskal dapat memperbaiki posisi utang publik Indonesia yang saat ini sudah cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata negara peers. Terlebih jauh, risiko sektor perbankan juga masih terbatas didukung antara lain rasio kecukupan modal yang tetap kuat.
Fitch juga menilai, bahwa pertumbuhan PDB Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara peers. “Fitch memperkirakan PDB Indonesia meningkat sebesar 5,2 persen di 2019 dan 5,3 persen di 2020 yang didukung oleh peningkatan belanja infrastruktur publik,” tulis siaran pers Kementerian Keuangan RI.
Di sisi lain, Fitch melihat adanya risiko yang dapat timbul dari peningkatan ketegangan perdagangan internasional bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Dampak yang mungkin ditimbulkan antara lain sentimen negatif dan penurunan harga komoditas.
Fitch juga melihat adanya ruang perbaikan bagi Indonesia ke depan seperti pada peningkatan tingkat penerimaan negara, peningkatan pendapatan per kapita, serta perbaikan tata kelola. Perbaikan tersebut dapat didorong melalui upaya reformasi berkelanjutan.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dianggap Fitch dapat mendorong peningkatan peringkat utang Indonesia ke depan yakni penguatan keuangan eksternal, perluasan basis ekspor manufaktur, dan turunnya ketergantungan terhadap arus modal portofolio.
Di sisi fiskal, perbaikan terus menerus terhadap rasio penerimaan negara juga dapat menjadi faktor pendorong kenaikan peringkat utang, serta terus membaiknya standar tata kelola.
Kementerian Keuangan RI menilai, langkah Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable tersebut menunjukkan bahwa fokus Pemerintah pada upaya menjaga stabilitas di tengah gejolak global dinilai baik.
Selain itu reformasi struktural dan fiskal yang dilakukan pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan lainnya juga dipandang terus memberikan hasil positif.
“Pengumuman ini juga menunjukan adanya kepercayaan yang cukup tinggi dari dunia internasional kepada perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global,” tegas Kementerian Keuangan.
Apresiasi dari lembaga internasional terkemuka, seperti lembaga rating, terhadap kinerja perekonomian Indonesia, menurut siaran pers Kementerian Keuangan RI, memiliki peran penting untuk mewujudkan APBN yang lebih sehat, adil, dan mandiri serta perannya kepada perbaikan perekonomian Indonesia secara umum.
Namun demikian, Pemerintah juga menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.
“Pemerintah telah dan akan terus melakukan langkah-langkah proaktif untuk mewujudkan hal tersebut, melalui pengelolaan APBN dan kebijakan fiskal yang kredibel dan efektif,” tulis Kementerian Keuangan seraya mengingatkan, peranan dari berbagai pihak dan masyarakat luas juga sangat penting dalam mewujudkan perekonomian yang lebih inklusif ke depan. (Humas Kemenkeu/ES)