Connect with us

Pemerintahan

Presiden Prabowo Ungkap Filosofi Ekonomi Indonesia di SPIEF: Kebaikan bagi Sebanyak-Banyaknya Rakyat

Published

on

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato pada sesi pleno Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di ExpoForum Convention and Exhibition Centre, St. Petersburg, Rusia, pada Jumat, 20 Juni 2025. (Foto: BPMI Setpres)

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam sesi pleno St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 yang digelar di ExpoForum Convention and Exhibition Centre, St. Petersburg, pada Jumat, 20 Juni 2025. Dalam forum itu, Presiden Prabowo menegaskan arah kebijakan ekonomi Indonesia yang berpihak pada rakyat.

Dalam forum tersebut, Presiden Prabowo memaparkan empat prioritas utama pemerintahannya, yaitu swasembada pangan, swasembada energi, peningkatan mutu pendidikan, dan percepatan industrialisasi nasional. Meski demikian, Presiden Prabowo menggarisbawahi bahwa kekayaan sumber daya alam harus dikelola secara bijak. Kepala Negara juga mengkritisi penerapan filosofi ekonomi neoliberal yang selama ini banyak diikuti oleh elite Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Selama 30 tahun terakhir, kita menyaksikan dominasi filosofi ekonomi neoliberal dan kapitalisme pasar bebas klasik. Elite Indonesia mengikuti filosofi ini, dan hasilnya kita belum berhasil menciptakan kesetaraan kesempatan bagi seluruh rakyat,” tutur Presiden Prabowo.

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tujuh tahun terakhir mencapai angka rata-rata 5 persen per tahun, Presiden Prabowo menilai pertumbuhan tersebut belum dinikmati secara merata. Untuk itu, Presiden Prabowo menegaskan bahwa setiap negara harus memiliki filosofi ekonomi sendiri yang selaras dengan budaya dan karakter bangsanya.

“Jalan yang kami pilih adalah jalan tengah. Kami akan menggunakan kreativitas dari kapitalisme, inovasi, dan inisiatif,” jelas Presiden Prabowo.

Presiden Prabowo menegaskan perlunya intervensi pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dan melindungi kelompok masyarakat yang rentan. Ia mengingatkan bahaya yang mengintai negara berkembang seperti Indonesia, yakni terjadinya state capture—kolusi antara kekuatan modal besar dengan pejabat pemerintah dan elite politik yang justru menghambat pemerataan kesejahteraan.

Menurut Presiden Prabowo, kolusi semacam itu justru tidak menghasilkan pengentasan kemiskinan maupun perluasan kelas menengah. Oleh karena itu, Indonesia memilih filosofi ekonomi yang sederhana namun kuat: kebaikan sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya rakyat.

“Pemerintah kami harus bekerja untuk membawa kebaikan sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin rakyat. Dan dalam hal ini, kami harus memiliki pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi. Ini saya yakini sebagai kunci dari pembangunan yang cepat,” tutur Presiden. (BPMI Setpres)

.

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *