Connect with us

Nasional

Tiket Pesawat Domestik Mahal, Garuda Ingin Cetak Laba Rp 1 Triliun

Published

on

Kabarpolitik.com, JAKARTA – Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan harga tiket pesawat domestik yang mahal. Mirisnya untuk penerbangan ke luar negeri jauh lebih murah. Hal itu membuat masyarakat berteriak tidak bisa berpergian keluar daerah menggunakan jasa angkutan udara.

Bahkan ada pernyataan untuk ke Jakarta kini harus menggunakkan paspor. Pasalnya perbandingan harga tiket pesawat dari daerah ke Jakarta dan transit ke Malaysia masih lebih murah dibandingkan penerbangan langsung. Begitu juga untuk penerbangan domestik lainnya.

Kondisi seperti itu nyaris terjadi di setiap maskapai penerbangan. Baik penerbangan low cost carrier LCC atau non-LCC.

Untuk non-LCC pada maskapai Garuda Indonesia saat ini rata-rata harga tiket untuk penerbangan domestik di atas Rp 1 juta. Balikpapan-Jogjakarta untuk penerbangan Selasa (15/1) harga tiketnya dimulai dari Rp 2 juta. Sementara untuk Jakarta-Jogjakarta dimulai dari Rp 800 ribuan.

Atas kondisi itu, pihak Garuda Indonesia tidak menampik kondisi tersebut. Karena mereka mengklaim maskapai yang menawarkan jasa penerbangan Full Service Carrier (FSC).

VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Ikhsan Rosan menuturkan, pihaknya sudah mematok harga tiket sesuai nilai keekonomian. Harga tersebut tidak obertentangan dengan tarif batas atas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016.

Dia menjelaskan beberapa komponen yang diperhatikan Garuda Indonesia dalam menjalankan bisnisnya yakni harga bahan bakar pesawat, nilai tukar rupiah, biaya kebandaraan, navigasi dan lain sebagainya. Semua itu menjadi beban berat yang harus ditanggung oleh maskapai.

“Harga fuel di Indonesia pun lebih mahal sekitar 30 persen dibandingkan negara tetangga,” kata Ikhsan saat dihubungi JawaPos.com (Grup Fajar) Sabtu (12/1).

Ikhsan mengklaim tidak ada perubahan harga tiket domestik saat ini. Sebagai contoh untuk penerbangan Jakarta-Makassar. Pada 1999 atau 10 tahun lalu nilainya telah mencapai Rp 2 juta. Saat ini tarif batas atas rute tersebut hanya Rp 2,1 juta.

“Jadi dalam kurun waktu tersebut harga tiket pesawat hanya naik 7 persen saja. Sementara cost naik jauh di atas itu,” terangnya.

Alasan lain dari pihak Garuda tetap bertahan menetapkan harga tiket cukup tinggi karena kinerja keuangan yang kurang membahagiakan sejak beberapa tahun terakhir. Sementara manajemen maskapai plat merah itu tengah berusaha bangkit dari kerugian. Tahun ini Garuda Indonesia berusaha untuk mencetak laba hingga Rp 1 triliun.

Untuk diketahui, pada triwulan pertama 2018 Garuda masih menderita kerugian bersih sebesar USD 131,72 juta. Kerugian itu sudah berkurang dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar USD 207,49 juta.

Dia menyatakan, dengan harga tiket saat ini pun sebenarnya masih cukup berat untuk ditanggung oleh maskapai penerbangan. Sehingga, maskapai harus mencari strategi guna bertahan di tengah ketatnya persaingan di industri penerbangan.

(JPC)

source