Hukum
Uang Palsu Marak Jelang Pilkada Tangsel
Kabarpolitik.com – Sindikat pengedar uang palsu diciduk aparat Polres Tangsel. Sedikitnya ada Rp 300 juta uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang telah disebar pelaku di wilayah Tangsel.
Uang palsu ini, diedarkan di wilayah Tangsel dan diperjual belikan dengan harga sangat murah. Untuk setiap Rp 10 juta uang palsu pecahan Rp 100 ribu, dijual seharga Rp 1 juta.
Wakapolres Tangsel Kompol Didik Putra Kuncoro mengatakan, terbongkar kasus ini berawal dari dilimpahkannya dua orang tersangka pengedar dan pembuat upal dari Polsek Padalarang, kepada Polres Tangsel.
“Di sana, mereka mengedarkan uang palsu. Tetapi tidak cukup bukti. Lalu diserahkan ke Polres Tangsel,” kata Didik berdasarkan keterangannya, Kamis (12/3/2020).
Pihaknya pun langsung mendalami kasus itu dan berhasil mengorek informasi, bahwa kedua pelaku, Andi Mansyur (61), dan Riski (25), pernah melakukan transaksi jual beli uang palsu di Apartemen Altiz, Pondok Aren.
“Saat ini, kami mengejar satu pelaku lain yang berinisial M (45), dan menetapkannya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Tangsel, sebagai otak kawanan,” jelasnya.
Dari hasil pendalaman terhadap kedua pelaku diketahui bahwa keduanya tidak hanya menjual uang palsu, tetapi juga memproduksi sendiri uang tersebut. Uang diproduksi secara manual, melalu mesin cetak kertas.
“Mereka melakukan penggadaan uang palsu pecahan Rp 100 ribu, di Bogor. Dari kedua tersangka, kami mengamankan bukti uang palsu pecahan Rp 100 ribu 199 lembar, dan 500 lembar yang belum dipotong,” paparnya.
Selama dua tahun beroperasi, sedikitnya ada Rp 300 juta uang palsu yang telah diproduksi dan berhasil dijual di Tangsel. Itu belum termasuk yang tersebar di Cimahi, Bandung. Diduga, ada banyak lagi upal yang tersebar.
Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Muharam Wibisono Adipradono membenarkan, menjelang Pilkada Tangsel 2020 peredaran uang palsu di wilayah Tangsel kembali marak.
“Jelang pilkada, terkait adanya uang palsu yang marak, kita mengimbau kepada seluruh masyarajat agar lebih peka. Karena secara kasat mata dan fisik, bahan uang palsu terlihat berbeda dari aslinya,” sambungnya.
Dijelaskan Muharam, uang palsu produksi di Bogor berkualitas rendah. Karena kertas yang digunakan, tidak menggunakan jenis kertas uang dan tidak memiliki serat hologram.
“Selama 2 tahun sudah memproduksi Rp 300 juta uang palsu. Jadi dicetak menggunakan mesin manual, ada tinta, kertas uang palsu, alat sablon, alat laminating dan printer. Uangnya juga bisa luntur kena air,” paparnya.
Sementara itu, sambil terus menurup separuh wajahnya, Andi Mansyur mengatakan, baru terjun ke bisnis uang palsu ini sejak 4 bulan lalu. Setiap membuat Rp1 juta uang palsu, dia mendapat upah dari pelaku M Rp 500 ribu.
“Karena kebutuhan ekonomi pak. Belum lama, baru 4 bulan lalu. Setiap membuat Rp 1 juta uang palsu, saya dibayar Rp 500 ribu. Buatnya di Bogor. Harga jualnya ke masyarakat, Rp 1 juta untuk Rp 10 juta uang palsu,” pungkasnya.
Akibat perbuatannya, kedua pelaku ini dijerat dengan Pasal 36 ayat 2 atau ayat 3 UU RI No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang Palsu dengan ancaman pidana 15 tahun penjara.[ab]