Connect with us

Politik

7 Juta Warga Berpotensi Kehilangan Hak Pilih

Published

on

Jakarta: 7 juta warga berpotensi tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019. Sebab, mereka belum memiliki kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-el).

“Kekhawatiran kami ada potensi sekitar 7 juta pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 karena tidak mempunyai atau belum merekam KTP-el,” kata Komisioner KPU, Viryan Azis di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 14 September 2018.

Viryan mengatakan angka 7 juta didapat dari hasil pengurangan antara jumlah daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) sebanyak 196.545.636 dikurangi jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 185.732.093 sehingga diperoleh angka 10.813.543.

Jumlah tersebut kemudian dikurangi dengan jumlah daftar pemilih khusus (DPK). DPK merupakan daftar pemilih yang memiliki hak suara dan sudah memiliki KTP-el. Namun jumlah DPK hanya ditakar sebanyak 2 persen dari total DPT atau sekitar 3.714.641.

“Nah, 10.813.543 pemilih dikurangi 3.714.641, maka muncul angka 7.089.902 pemilh yang terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya,” terang Viryan.

Viryan mengatakan 7 juta warga yang terancam kehilangan hak suaranya ini merupakan pemilih pemula yang sudah tercatat dalam DP4 namun baru memenuhi syarat sebagai pemilih (berusia 17 tahun) pasca penetapan DPT hingga hari pemungutan suara pada 17 April 2018 mendatang.

Terhadap penduduk jenis ini, Viryan mengusulkan diberlakukan aturan khusus agar mereka bisa mendaptkan KTP-el lebih awal sehingga mereka bisa masuk DPT demi menjamin hak konstitusional warga.

Selain pemilih pemula, terdapat sejumlah warga yang belum melakukan perekaman data KTP-el lantaran terkendala faktor geografis, seperti warga di daerah pedalaman. Bagi pemilih jenis ini, Viryan mengatakan tak ada cara lain selain segera menyelesaikan proses perekaman KTP-el.

“Idealnya, perekaman KTP-el sudah selesai sebelum penetapan DPT. Namun, kondisi sekarang, mau tidak mau Disdukcapil atau warga harus proaktif untuk mendapatkan KTP-el yang bisa dijadikan syarat memilih. Intinya, hal-hal yang bersifat administratif tidak boleh menghalangi hak konstitusional warga negara untuk memilih,” pungkas Viryan.

 

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *