Nasional
Susrama Tetap Dihukum Seumur Hidup, Kakak Prabangsa: Presiden Sudah Memperhatikan Tuntutan Kami

Kabarpolitik.com, SURABAYA – Perjuangan insan pers untuk mendesak pembatalan remisi kepada I Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis Jawa Pos Radar Bali Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, membuahkan hasil. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya merevisi pemberian remisi tersebut.
Dengan demikian, Susrama tetap menjalani hukuman seumur hidup sebagaimana vonis pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kepastian itu disampaikan Jokowi saat hadir dalam puncak peringatan HPN 2019 di Convention Hall Grand City, Surabaya, kemarin.
Jokowi menyampaikan langsung hal tersebut ketika Pemimpin Redaksi Jawa Pos Abdul Rokhim menanyakan perkembangan pencabutan remisi. “Sudah, sudah saya tanda tangani,” kata Jokowi.
Pencabutan remisi Susrama itu sekaligus menjadi kado istimewa di Hari Pers. Sebab, perjuangan para jurnalis agar keputusan tersebut dicabut begitu kuat. Desakan pencabutan remisi juga meluas ke mana-mana.
Sementara itu, istri mendiang Prabangsa, Anak Agung (AA) Sagung Mas Prihantini, bersyukur atas pencabutan remisi Susrama. Sagung sebelumnya pernah bersurat kepada Presiden Jokowi agar mencabut remisi tersebut. “Sangat bersyukur, berkat Tuhan bagi kami,” kata Sagung saat dihubungi Jawa Pos kemarin (9/2).
Senada dengan Sagung, kakak mendiang Prabangsa, AA Ayu Rewati, pun menyambut baik pencabutan remisi perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana penjara 20 tahun untuk Susrama tersebut. Menurut dia, pencabutan itu sejalan dengan harapan keluarga besar Prabangsa yang sejak awal tidak sepakat dengan pengampunan untuk Susrama. “Presiden sudah memperhatikan tuntutan kami (keluarga besar Prabangsa, Red) dan tuntutan para jurnalis,” ucapnya.
Pencabutan tersebut, menurut Ayu, kembali menegakkan keadilan atas kasus pembunuhan Prabangsa. Juga merupakan bentuk apresiasi terhadap perjuangan jurnalis di seluruh tanah air yang menolak keras pemberian remisi itu.
Paman Prabangsa, AA Oka Mahendra, berharap ke depan pihak terkait lebih berhati-hati dalam memberikan remisi terhadap narapidana (napi) kasus-kasus berat seperti pembunuhan terhadap jurnalis. Setiap permohonan, tutur dia, semestinya juga mempertimbangkan perasaan keluarga korban dan rasa keadilan bagi masyarakat secara luas.
“Kasus ini (remisi untuk Susrama, Red) harus dijadikan pelajaran bagi semua pihak agar tidak terulang dalam rangka menegakkan keadilan substantif,” ujar pria yang menjabat staf khusus Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Hamid Awaluddin pada 2006 itu. “Profil napi yang mengajukan permohonan harus dicermati secara teliti,” imbuh Oka.
(JPC)
