Connect with us

Politik

Inkonsistensi Bawaslu Bahayakan Proses Pemilu

Published

on

Ilustrasi–MI/Mohamad Irfan

Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dirundung konflik, soal perbedaan aturan eks narapidana (napi) koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg). Inkonsistensi Bawaslu yang meloloskan eks napi korupsi untuk maju sebagai caleg bertentangan dengan Peraturan KPU (PKPU).

"Bagi KPU, putusan Bawaslu itu memberikan tanda bahaya bahwa tidak adanya kepastian hukum. Dan ini membahayakan proses pemilu itu sendiri," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 11 September 2018.

Berdasarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018, eks napi korupsi dilarang maju sebagai bacaleg. Sayangnya, Bawaslu memutuskan aturan yang berbeda dengan meloloskan 38 eks napi koruptor.

"Manakala putusan KPU masih berlaku sementara Bawaslu mengambil putusan yang berbeda dengan PKPU, ini kan menimbulkan ketidakpastian hukum," tuturnya.

Menurut Wahyu, ketidakpastian hukum membuat pemilu menjadi kurang bermakna. Pasalnya, kepastian hukum merupakan salah satu asas pemilu.

Namun demikian, kondisi ini tak membuat tahapan Pemilu 2019 terganggu. KPU akan tetap berpedoman pada PKPU 20/2018 yang melarang eks napi korupsi maju sebagai bacaleg.

"Berdasarkan PKPU, mantan-mantan napi korupsi dicoret. Kalau dicoret berarti tidak masuk, sudah tidak masuk sejak di DCS (Daftar Caleg Sementara)," tutup Wahyu.

KPU telah merilis daftar nama bacaleg eks napi korupsi yang diloloskan Bawaslu. Total ada 38 bacaleg yang diloloskan Bawaslu melalui sengketa pencalonan.

"Rekap bacaleg mantan koruptor yang diloloskan Bawaslu total ada 38 bacaleg," terang Ilham Saputra dalam keterangan resminya.

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *