Connect with us

Nasional

Kampung Enggros, Mutiara Eksotis Milik Papua

JAYAPURA – Wajah eksotis Papua ditegaskan melalui Kampung Laut Enggros, Jayapura. Kampung ini sepenuhnya berdiri di atas perairan Teluk Youtefa. Situs ini menjadi bukti metamorfosa budaya dari rasa pegunungan menjadi bahari. Kawasan ini juga memiliki banyak situs wisata yang luar biasa.

Berada di Festival Noken 2018, kurang lengkap bila belum mengunjungi Kampung Laut Enggros. Situs ini unik karena menambah daftar panjang perkampungan laut. Lokasinya berada di dalam area Taman Wisata Alam Teluk Youtefa, Jayapura, Papua. Hampir seluruh kawasan perkampungan ini berupa air. Dan, rumah warga dibangun dengan tiang-tiang khusus.

“Orang mungkin lebih kenal Bajo, tapi Papua juga memiliki kampung laut. Salah satunya Kampung Laut Enggros ini. Masyarakat di sini hidup dalam tradisi yang sudah turun temurun. Semua masih terpelihara dengans sangat baik,” ungkap Kepala Kampung Enggros Orgenes Meraudje, Rabu (5/12).

Secara geografis, Kampung Laut Enggros diapit Tanjung Pie dan Saweri. Kampung ini dipisahkan dari Papua daratan oleh Selat Tobati. Selain pegunungan dan laut, Enggros juga memiliki background baru berupa Jembatan Holtekam. Familiar sebagai Jembatan Merah, bangunan sepanjang 732 meter ini jadi landmark baru Papua. Rencananya, pertengahan Desember ini akan diresmikan Presiden Joko Widodo.

“Sebagai destinasi wisata, kini Kampung Laut Enggros semakin lengkap. Sebab, di sini ada Jembatan Merah. Pemandangan di sini memang bagus. Airnya sangat jernih dan tidak ada ombak. Ikan-ikan dan dasar laut kelihatan. Komposisi ini semakin menguatkan profil desa wisata ini,” terang Orgenes lagi.

Profil Kampung Laut Enggros ini memang luar biasa. Keindahan nature dan culture melebur jadi satu. Memiliki luasan 33×37 kilomter, Kampung Laut Enggros didiami oleh 160 kepala keluarga. Total ada 600 jiwa yang hidup di dalamnya. Kawasan ini terbagi dalam 2 Rukun Warga (RW)dan 4 Rukun Tetangga (RT). Orgenes menambahkan, seluruh aktivitas warga dilakukan di atas air.

“Semua kegiatan masyarakat dilakukan di atas perairan Teluk Youtefa ini. Transportasi menggunakan perahu. Fasilitas di sini sudah lengkap, apalagi listrik juga sudah masuk ke sini. Yang jelas ada banyak keunikan yang dimiliki kampung ini,” ujar Orgenes.

Berada di atas air, konektivitas rumah antar warga dihubungkan dengan jeramba. Jeramba ini adalah jembatan kayu. Saat ini panjang total jeramba mencapai 2.000 meter dan akan mengalami penambahan 1.000 meter pada tahun 2019. Wilayah ini juga dilengkapi dengan villa terapung, gazebo, balai adat, dan berbagai spot budidaya ikan. Lebih eksotis lagi, di sini banyak terdapat bintang laut.

Menegaskan kearifan lokal, Kampung Laut Enggros ini memiliki 2 zona yang dibedakan menurut genre. Melestarikan tradisi, lelaki memiliki zona aktivitas di Panggung Adat. Di dalam bangunan ini, para lelaki belajar hukum adat dan pranata sosial. Para kaum perempuan diberi wilayah di sekitar hutan mangrove. Mereka bisa menjalankan berbagai aktivitas, seperti menangkap kepiting.

“Pembagian zona bagi kaum lelaki dan perempuan di sini sangat jelas. Semua belajar bagaimana etika itu dijaga. Semua didasarkan menurut perinsip adat. Dari nenek moyang sudah demikian,” tuturnya.

Kampung Laut Enggros ini memiliki filosofi T’sokatd, Tbosadd, dan Trasyud. Artinya, mari berkumpul lalu saling berbicara dan berikutnya direalisasikan dalam bekerja. Lebih lanjut, kampung ini memiliki memiliki histori kuat. Nama Enggros diadopsi dari Injros. In artinya tempat, lalu Jros bermakna dua. Hal ini sesuai dengan asal muasal nenek moyang mereka.

Para leluhur Kampung Laut Enggros ini berasal dari Pegunungan Cyclops. Wilayah Cyclops ini berada di Kabupaten Jayapura. Pegunungan ini membentang 36 kilometer dengan 6 puncak. Puncak tertinggi adalah Gunung Haelufoi (1.970 mdpl). Para leluhur Enggros akhirnya memilih perairan sebagai tempat tinggalnya karena dinilai lebih aman.

“Kampung Laut Enggros ini sangat menarik dan unik. Historinya sangat kuat. Destinasi ini benar-benar menjanjikan, apalagi bila Jembatan Merah ini sudah berfungsi. Kawasan ini harus menjadi tujuan saat berkunjung ke Papua. Selain alamnya, budaya di Enggros sangat luar biasa,” terang Kepala Seksi Bidang Pemasaran Area IV Regional III Kemenpar Budi Sardjono.

Menyempurnakan profik eksotis, Kampung Laut Enggros ini memiliki beragam tarian dengan filosofi tinggi. Ada Tari Shia yang hanya diperuntukan untuk menyambut tamu-tamu penting. Enggros juga ada Tarian Obipapa yang menjadi gambaran persaudaraan dan hangatnya masyarakat di sana. Ada juga Tari Omande yang menggambarkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Budaya di Enggros ini sangat beragam. Hal ini merujuk beragam latar belakang suku yang mendiami di sana. Yang jelas, setiap wisatawan yang datang ke Enggros akan mendapatkan banyak pencerahan,” kata Budi lagi.

Memiliki diversitas tinggi, Kampung Laut Enggros dibangun sedikitnya oleh 11 suku bangsa. Ada Suku Meraudje, Sanye, Gerunyi, Sembra, Hanasbe, juga Itar. Di sana juga didiami oleh Suku Hamadi, Afar, Iwo, Hababok, Maigoda, hingga Samalo. Kolaborasi besar ini disimbolkan melalui simbol 2 Ikan Layar dengan mulut saling bertemu. Ikan ini memiliki sirip besar sebagai gambaran suku-suku tersebut.

“Papua ini sangat unik dengan keberadaan Kampung Laut Enggros ini. Kawasan ini jadi paket lengkap destinasi. Sebab, sisi lain dari wilayah ini memiliki banyak spot terbaik. Keberadaan dari Kampung Laut Enggros ini semakin menguatkan Papua sebagai destinasi pariwisata terbaik,” tegas Asisten Deputi Bidang Pemasaran I Regional III Kementerian Pariwisata Ricky Fauziyani.

Citra positif memang dimiliki Kampung Laut Enggros. Pada 2016, kampung ini terpilih sebagai Juara 3 Lomba Kampung Tingkat Nasional. Kampung ini juga terkoneksi dengan beberapa spot wisata sejarah. Sebab, pada perairan di Kaki Bukit Meer terdapat kapal Jepang sisa Perang Dunia II. Kapal ini muncul di permukaan. Lalu, pada sisi lain bukit ini juga terdapat Goa Jepang.

“Kampung Laut Enggros ini memiliki profil yang sangat bagus. Alam dan budayanya luar biasa dengan beragam prestasi yang diraih. Kawasan ini akan semakin berkembang bila Jembatan Merah yang jadi ikon baru Papua sudah beroperasi. Kami yakin, destinasi ini akan menarik kunjungan banyak wisatawan dan ujungnya menaikan kesejahteraan masyarakat,” tutup Menteri Pariwisata Arief Yahya. (*)

source

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *