Connect with us

Politik

Pertanyakan Kasus Kepemilikan Hotel Sultan, Guspardi Gaus: Jangan Ada Pemanfaatan Aset yang Tidak Diketahui Kemensetneg

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mempertanyakan perkembangan kasus kepemilikan Hotel Sultan yang berlokasi di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta Pusat. Guspardi menegaskan bahwa aset yang berdiri di kawasan Senayan merupakan aset negara, dan jangan ada satu aset pun yang pemanfaatannya tidak diketahui oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

“Saya tanyakan tadi apakah (Hotel Sultan) sudah merupakan aset yang tidak bermasalah yang sudah dimiliki oleh negara, karena bagaimanapun yang namanya kawasan Senayan itu milik negara tapi kronologisnya terlalu panjang untuk saya ungkapkan,” jelas Guspardi saat ditemui Parlementaria di sela  Raker Komisi II dengan Mensesneg, Seskab, KSP dan BPIP di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Diketahui, Kemensetneg cq Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) telah mengajukan eksepsi dan jawaban di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait perkara Nomor 71/G/2023/PTUN.JKT atas tuntutan pembatalan PT Indobuildco terhadap Hak Pengelolaan (HPL) 1/Gelora, Senin (22/5/2023).

Hal itu merupakan buntut dari perebutan lahan sengketa Blok 15 Kawasan GBK yang saat ini berdiri Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Aset ini pun telah menjadi Barang Milik Negara (BMN) milik Kemensetneg cq PPK untuk sebidang tanah yang kini masih berdiri Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat.

Politisi Fraksi PAN ini menegaskan, Mensesneg harus memaksimalkan potensi aset yang ada dan memaksimalkan dalam memperoleh pendapatannya. “Oleh karena itu aset ini  harus dikelola secara baik, jangan ada satu jangkau pun pemanfaatannya yang tidak diketahui oleh Mensesneg dan harus maksimal dalam mendapatkan anggarannya,” jelasnya.

Menurutnya, hingga saat ini pemanfaatan aset di kawasan senayan dinilai belum maksimal. Untuk itu, Guspardi menyarankan untuk melakukan peninjauan ulang terhadap perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga.

“Asetnya kan luar biasa di tempat yang sangat strategis tapi pendapatannya hanya sekitar Rp 400 miliar lebih, itu lah kenapa ini harusnya juga dilakukan peninjauan ulang terhadap perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga itu. masa di daerah pusat keramaian, pusat ibu kota, tentu rugi kita. Nah pemanfaatan terhadap aset ini tidak maksimal,” tutupnya.

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *