Politik
Presiden Prabowo: Pasal 33 UUD 1945 Adalah Kompas Pembangunan Nasional

Presiden Prabowo Subianto menghadiri Peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (23/7/2025). Dalam sambutannya, Presiden menekankan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar utama dalam merancang arah pembangunan nasional demi keselamatan dan kesejahteraan rakyat.
“Pasal 33 itu sederhana, tapi menggariskan fondasi yang menyelamatkan negara,” ujar Presiden Prabowo.
Menurut Presiden, esensi bernegara tidak hanya soal prosedur demokrasi, tetapi memastikan rakyat hidup aman, sejahtera, bebas dari kemiskinan, dan terpenuhi kebutuhan dasarnya.
“Tujuan negara adalah rakyat yang tidak lapar, tidak miskin, rakyat yang merasa aman dan hidup layak. Itulah yang dimaksud dengan tujuan bernegara,” tegasnya.
Presiden juga menekankan bahwa demokrasi penting, tetapi tidak cukup jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
“Demokrasi formal dan normatif itu penting. Tapi kalau rakyat tidak punya rumah, masih lapar, anak-anak stunting, dan pengangguran tinggi itu bukan pencapaian tujuan negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, Presiden menjelaskan bahwa Pasal 33 adalah pengejawantahan konkret dari semangat keadilan sosial yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yang menyebutkan bahwa negara bertugas melindungi seluruh rakyat dan memajukan kesejahteraan umum.
“Melindungi dari kemiskinan, dari kelaparan, dari ketidakadilan. Itu semua adalah makna dari kesejahteraan dan keadilan sosial,” ucapnya.
Ia juga mengkritik pandangan ekonomi neoliberal yang membiarkan segelintir orang menguasai kekayaan dengan asumsi kesejahteraan akan “menetes” ke bawah.
“Dalam teori neoliberal, kekayaan dibiarkan terkonsentrasi di atas, dengan harapan nanti akan menetes ke bawah. Tapi kenyataannya, menetesnya lama sekali,” kata Presiden.
Menurutnya, prinsip ekonomi Indonesia harus tetap berlandaskan asas kekeluargaan seperti tertuang dalam Pasal 33 ayat 1, yakni perekonomian disusun sebagai usaha bersama.
“Kita ini satu keluarga besar bangsa Indonesia. Harusnya diperlakukan sebagai keluarga, bukan sekadar pasar,” tutupnya.
