Connect with us

Daerah

16 Agustus dan 10 November, Dua Hari Pahlawan yang Diperingati Warga Cipurut Sukabumi

PAHRUROJI (84), warga Desa Cipurut, Kecamatan Cirenghas, Kabupaten Sukabumi hanya bisa menitikan air mata saat mengenang pembantaian pejuang kemerdekaan di desa Cipurut. Dia tidak kuasa menahan tangis ketika membacakan sekelumit peristiwa berdarah yang terjadi 16 Agustus 1947 silam.

Serangan yang merengut nyawa empat orang pejuang kerap dijadikan momen kunjungan para pelajar dan warga sebelum peringatan Hari Kemerdekaan di Sukabumi. Termasuk pada Kamis, 15 Agustus 2019, ratusan pelajar menghadiri kegiatan peringatan peristiwa Cipurut yang dibacakan di Taman Makam Pahlawan yang berada di kaki Gunung Manglayang.

Mereka larut mengenang peristiwa agresi kedua Belanda yang merengut nyawa Abdullah Bin Godhzali, Hasanudin bin Sidiq, Imam, dan Uned Daelami bin Ahmad. Pahruroji mengaku masih ingat detik-detik pembantaian yang dilakukan penjajah terhadap keempat para pejuang tersebut.
Pertempuran berdarah itu terjadi tidak jauh dari bantaran Sungai Ciganda di Kampung Cipurut, Kecamatan Cirenghas. Suara tembakan dan pekikan takbir para pejuang hingga rentetan senjata mesin pasukan Belanda, masih terngiang jelas dalam ingatannya.

Pahruroji mengaku tidak tahu persis pertempuran tidak seimbang antara para pejuang dengan Belanda yang bersenjata lengkap. Tapi sangat mengenal sosok keempat kerabat yang gugur. Kendati saat peristiwa  terjadi dia masih berusia sembilan tahun.

“Saya tahu persis ketika Belanda menembaki dan membunuh para pejuang itu. Mereka tidak hanya menembak tapi membakar salah seorang pejuang hidup-hidup beserta rumahnya,” kata Pahruroji sambil menitikkan air matanya sebagaimana dikutip dari Pikiran Rakyat.

Ia merupakan satu-satunya saksi hidup pada saat ini. Ia mengatakan gugurnya keempat pejuang hisbullah itu penuh dengan aksi heroik. Kematian para pejuang berawa dari penyergapan ratusan tentara belanda berenjata lengkap kala itu, persis di rumah pimpinan Hisbullah, Abdullah.

Kala itu, kata Pahruroji, ratusan tentara Belanda bersenjata lengkap mengepung dan membakar rumah yang berada tidak jauh dari bibir sungai Ciganda. Pasukan juga melepaskan ratusan butir peluru yang menyebabkan keempat penjuang gugur.

“Saya melihat sendiri Uned dan Imam gugur dengan posisi berpelukan. Mereka kakak beradik tewas dengan puluhan peluruh tersarng di tubuhnya,” katanya.

Sementara  jasad Hasanudin, kata Pahruroji ditemukan dalam kondisi memilukan. Jasad pejuang itu turut serta dibakar bersama rumahnya.

“Kami berhasil mengevakuasi keempat jasad para pejuang itu, termasuk jasad salah seorang pejuang yang turut hangus terbakar. Warga memakamkan  persis di kaki Gunung Manglayang ini,” katanya.

Kendati aksi heroik gugurnya empat pejuang yang disebut-sebut bagian dari rangkaian heroik pertempuran Bojongkokosan di Kabupaten Sukabumi, namun Sekretaris Desa  Cipurut, Iwan Ridwan menyesalkan perjuangan monumental bagi warga Cipurut  tidak masuk dalam buku sejarah perjuangan bangsa.

“Kami memperingati hari pahlawan dua kali dalam setahun. Tidak hanya memperingati hari Pahlawan setiap 10 November, tapi  bagi warga Cirenghas peristiwa gugurnya para pejuang 16 Agustus pun dijadikan hari pahlawan bagi warga Cipurut dan sekitarnya,” katanya.***

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *