Connect with us

Nasional

Bansos Naik Hampir Rp 40 T, Cara Jokowi Tekan Kemiskinan Diapresiasi

Published

on

Ilustrasi potret kemiskinan di NTB. (Ivan/Lombok Post/JPC)

Kabarpolitik.com, JAKARTA – Selama empat tahun memimpin Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dinilai telah banyak membuat prestasi. Salah satunya, kata pengamat ekonomi Lana Soeliatianingsih, yakni menekan angka kemiskinan dari double digit menjadi 9,82 persen dari total populasi.

Kepala Samuel Aset Manajemen tersebut menyampaikan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka kemiskinan ini adalah yang paling rendah dalam sejarah Indonesia.

“Jika, kita melihat dalam dua tahun belakangan ini anggaran untuk bantuan sosial meningkat dari Rp 138 triliun ke Rp 180 triliun. Naiknya hampir Rp 40 triliun, ini cukup membantu mengurangi kemiskinan. Jadi, harus dilanjutkan,” katanya dihubungi, Rabu (20/3).

Lana memuji program tiga kartu sakti Jokowi, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Keberadaan tiga kartu tersebut menurut BPS cukup membantu mengurangi tingkat kemiskinan.

“Perbaikan secara terus-menerus harus dilakukan. Mungkin di masa mendatang, bansos tidak hanya sekedar kasih uang tunai, tapi juga sebagai kail untuk menciptakan lapangan pekerjaan di perdesaan,” imbuh Lana.

Dia menyebut saat ini sudah bergulir program dana desa. Lana berharap program semacam ini bisa dilanjutkan untuk membuka lapangan pekerjaan.

Selain menekan angka kemiskinan, Jokowi juga dinilai berhasil dalam mengurangi tingkat pengangguran hingga 5,3 persen. Capaian ini mendekati target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, yakni di angka 4-5 persen.

“Dalam hal ketenagakerjaan sudah mulai dekat dengan target,” ujar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) itu.

Menurut Lana, meski ada beberapa target yang belum tercapai, namun berbagai kemajuan tersebut patut mendapat apresiasi.

Misalnya, terkait target menurunkan ketimpangan ekonomi, yang masih dinilai cukup berat. Lana mengatakan, perlu adanya kesinambungan kebijakan ekonomi jangka panjang yang disepakati pemimpin negara dari satu rezim ke rezim berikutnya.

“Khusus target rasio gini, dalam waktu dua tahun memang hanya turun 0,3 persen. Memang tidak mudah mengatur ketimpangan karena ketimpangan seperti gini koefisien itu terkait dengan tingkat pendapatan orang paling kaya dan tingkat pendapatan orang paling bawah,” pungkasnya.

(JPC)

source