Connect with us

Nasional

Dakwah Terjal Ulama Ternate Lawan Peredaran Miras, Begini Penuturan MUI Ternate

Published

on

TERNATE— Minuman keras atau khamr merupakan ummul khabaits ata induk dari segala kejahatan. Islam pun secara tegas melarang mengonsumsi apapun yang berunsur memabukkan itu.
Kendati demikian, miras masih banyak dikonsumsi sebagaian masyarakat. Inilah yang menjadi salah satu satu tantangan dakwah.

Persoalan minuman keras menjadi tantangan dakwah di Kota Ternate, ibu kota Provinsi Maluku Utara. Hal ini diutarakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Ternate, KH Usman Muhammad, kepada penulis Jumat (24/6/ 2022) lalu.

“Tantangan dakwah di Ternate ini sebenarnya tidak banyak. Hanya masalah minuman keras yang sampai saat ini belum bisa diatasi,” jelas Usman saat ditemui penulis di Kantor MUI Kota Ternate di kawasan Masjid Raya Ternate.

Usman sering mengatakan kepada aparat kepolisian ketika mereka menyita berbagai jenis minuman keras di Ternate bahwa persoalan miras ini ibarat api dan asap.

“Kita ini hanya sibuk mengusir asap saja. Minuman keras ini sumbernya dari mana? Kota ini (Ternate) tidak penah memproduksi minuman keras. Tapi kok selalu ada. Oleh sebab itu, kita harus matikan apinya. Kalau kita hanya sibuk mengusir asap, akan berasap lagi. Energi kita terkuras. Anggaran juga terkuras,” jelas Usman.

Usman kemudian bercerita bahwa dirinya pernah diundang ke DPRD Kota Ternate untuk membicarakan peraturan daerah (Perda) soal miras. Ketika itu, muncul surat edaran dari pemerintah pusat bahwa peredaran miras tidak dilarang, namun dikendalikan dan diawasi.

Turunnya peraturan presiden menyebabkan peraturan di bawahnya juga harus diubah. Padahal sebelumnya, kata Usman yang juga dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam ini, peredaran minuman keras di Ternate sudah dilarang.

Usman lalu berbicara di depan Komisi 3 DPRD bahwa Kota Ternate sebaiknya tetap melarang peredaran miras. Sebab, meskipun secara tata urutan perundangan, Perda tak boleh bertentangan dengan Peraturan Presiden, namun ada peraturan yang lebih tinggi justru melarang peredaran miras, yakni UUD 1945.

Di dalam pasal 29 UUD 1945 tertulis bahwa negara kita berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

“Saya tanya kepada anggota DPRD yang terhormat, kira-kira apa pengertian ibadah?” tutur Usman menceritakan kembali kisahnya ketika berbicara di depan anggota DPRD Kota Ternate.

Ibadah itu menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Miras, jelas Usman, dilarang di semua agama di Indonesia. Miras membuat masyarakat menjadi kacau. Tidak ada agama yang membuat pemeluknya kacau balau.

“Kalau kita menetapkan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha-Esa, jangan ada regulasi di negara ini yang bertentangan dengan kehendak Tuhan,” jelas Usman lagi.

Selain itu, sanksi terhadap peminum miras sangat ringan. Hanya dikenakan sanksi tipiring (tindak pidana ringan). Akibatnya, para peminum miras tidak akan jera. Mereka akan mengulang kembali di lain waktu.

Anak-anak muda yang jarang berada di dekat masjid akan sangat rentan terseret kepada minuman keras. Karena itu, kata Usman, pembangunan jangan hanya diarahkan kepada fisik saja dan melupakan pembangunan jiwa. Justru pembangunan jiwa itu lebih penting. Pemerintah dan ulama harus bahu membahu melakukan ini.

Usman mendapat amanah sebagai Ketua MUI Kota Ternate sejak 2013. Ia memangku amanah tersebut selama dua periode sampai sekarang. (Mahladi Murni, ed: Nashih)

[MUI]

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *