Connect with us

Politik

Kantor DPP Partai Golkar Kini Disebut Lebih Mirip ‘Penjara’

Published

on

Kabarpolitik.com – Jelang pemilihan Ketua Umum Partai Golkar semakin memanas. Terutama dari dua kubu kandidat kuat, yakni Airlangga Hartarto selaku calon petahana dan penantangnya, Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Mulai dari aksi saling klaim dukungan, bahkan klaim dukungan dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terus dilancarkan kedua kubu. Kini yang lebih mengejutkan, DPP Partai Golkar di kawasan Slipi tak bisa dimasuki oleh sembarangan orang. Sekalipun, anggota DPP Partai Golkar itu sendiri.

Merespons hal tersebut, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I kepengurusan DPP Golkar, Nusron Wahid melayangkan protes kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Nusron bersama rekan-rekannya sesama politisi Partai Golkar mengaku tidak bisa masuk ke kantor DPP.

“Kami nggak bisa masuk ke DPP. Padahal ikut bayar listrik dan maintenance. Kehilangan akal sehat saya, kalau bahasanya Rocky Gerung,” ujar Ketua Korbid Pemenangan Pemilu Golkar itu di Jakarta, kemarin.

Padahal, kedatangan para pengurus untuk berdialog dengan ketua umum dan sekjen Partai Golkar terkait waktu pelaksanaan rapat pleno yang sudah lama tidak diselenggarakan DPP Partai Golkar.

“Tadi sudah ada sebanyak 143 pengurus dan kader Partai Golkar yang mencoba mendatangi Kantor DPP Partai Golkar. Tetapi, tidak bisa masuk karena dikunci rapat dan dijaga oleh oknum-oknum AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar) dan polisi,” ujar Nusron.

Nusron menceritakan, awalnya 85 orang anggotanya datang ke DPP Partai Golkar. Namun, mereka tidak diperbolehkan masuk. “Jadi mirip penjara,” kata Nusron.

Ia menyebut bahwa dirinya bersama kader dan anggota kubu pendukung Bamsoet hanya menggelar rapat konsolidasi di DPP Golkar, bukan rapat pleno. “Kami ini ngerti peraturan. Kalau pleno itu harus dipimpin ketua umum atau yang ditugaskan ketum,” tutur Nusron.

Lebih lanjut, Nusron menyebut kekhawatiran kubu Airlangga Hartarto itu sangat berlebihan. Menurut Nusron, kubunya hanya mendesak rapat pleno segera digelar, bukan mengambil alih pleno. “Banyak agenda politik yang akan datang. Kenapa ditunda-tunda terus rapat pleno-nya? Apa sih yang ditakutkan dari rapat pleno?” tandas Nusron.[ab]

Source