Nasional
Mahasiswi Papua Blak-blakan Soal Isu Diskriminatif, Ternyata

Kabarpolitik.com, MALANG – Beredar isu yang menyebut mahasiswi dan mahasiswa asal Papua di Malang mendapatkan perlakuan diskriminatif. Benarkah?
Simak saja pengakuan dari Nina Awendu, mahasiswi Stisospol Waskita Dharma. Ketika situasi memanas di luaran sana, Nina justru merasa adem ayem saja di Malang.
“Saya dan teman-teman malah diajak ibu-ibu ikut lomba 17-an. Lomba makan krupuk dan pecah air. Malamnya, kami diajak makan-makan,” kata Nina.
Nina yang kuliah sejak 2017 itu saat ini kost bersama empat temannya di kawasan Jalan Hamid Rusdi.
Nina mengungkapkan, ketika ada kericuhan di Kayutangan, Kamis lalu (15/8) orang tuanya di Papua sempat waswas. “Dari pagi sampai malam telepon terus. Tapi kami santai saja di kosan seperti biasa,” sambung mahasiswi asal Jayapura itu.
Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa Papua agar kembali ke niat awal di Kota Malang. Yakni menempuh pendidikan. Sehingga harapannya saat kembali, dapat bermanfaat bagi tempat asal.
“Ya kuliah aja, nanti kita kalau sudah selesai, kita pulang ke Papua kita bangun SDM-nya. Biar papua maju dan dikenal banyak orang,” imbaunya ditujukan kepada rekan-rekannya sesama mahasiswa asal papua.
Wali Kota Malang, Sutiaji saat ditemui menjamin keamanan mahasiswa dan mahasiswi Papua yang tinggal di Kota Malang. Dia pun menggaransi tak akan ada rencana untuk memulangkan mereka ke Papua.
“Mahasiswa Papua ini kan anak-anak saya juga. Kita jaga keutuhan NKRI jangan terprovokasi,” tegasnya.
Sekadar tahu, isu diskriminatif yang dialami mahasiswa asal Papua di Malang dan Surabaya menjadi pemicu terjadinya kerusuhan massa di Bumi Cenderawasih yakni di Kota Manokwari dan Kota Sorong. Akibat kerusuhan itu, sejumlah fasilitas pemerintah seperti gedung DPRD Manokwari dan Lapas Sorong dibakar massa.
Akibat pembakaran Lapas Sorong itu pula, ratusan narapidana membobol Lapas dan melarikan diri. (jpnn)
