Connect with us

Nasional

Saran Prof Jimly ke KPK: Pejabat Tinggi Diperiksa Dulu, Tak Perlu Langsung Ditangkap

Published

on

Kabarpolitik.com, JAKARTA– Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo beserta rombongan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno Hatta, Rabu (25/11/2020) dini hari, dianggap berlebihan.

Terlebih setelah proses penangkapan itu, KPK kemudian melepas istri Menteri KKP Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, dan dua Direktur Jenderal (Dirjen) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, KPK tidak menemukan alat bukti yang menunjukkan Iis dan dua dirjen KKP itu terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi.

“Dalam gelar perkara itu disimpulkan bahwa sejauh ini baru yang tujuh orang yang kami sebutkan tadi yang memenuhi pembuktian. Minimal pembuktian dua alat bukti, sejauh ini baru yang tujuh orang itu saja,” kata Nawawi dalam konferensi pers, Rabu (25/11/2020).

Adapun dua dirjen KKP yang sempat diamankan yakni, Dirjen Tangkap Ikan KKP Zaini dan Dirjen Budi Daya Selamet, ikut diamankan KPK saat penangkapan Edhy di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, ketiganya tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai proses penangkapan Edhy Prabowo dan rombongan berlebihan. Terlebih, kuat dugaan proses penangkapan sekaitan kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster sebagai bentuk pencitraan dari KPK.

“Untuk cegah persepsi “self dealing” untuk pencitraan, lebih baik tidak perlu ada penangkapan untuk pejabat tinggi kecuali dalam kasus tangkap tangan,” kata Jimly di akun Twitternya, Sabtu (28/11/2020).

(Fajar)