Connect with us

Politik

UN Dihapus, Mas Menteri Nadiem Diingatkan Tak Sekadar ‘Ganti Baju’

Published

on

Kabarpolitik.com – Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN) masih menuai polemik. Meskipun nantinya wacana tersebut benar-benar diimplementasikan, Mendikbud tidak sekadar ‘ganti baju’ nama UN, tetapi harus dirasakan kebermanfaatanya oleh masyarakat.

Demikian hal itu disampaikan anggota Komisi X DPR Djohar Arifin Husin. Selaku legislator, ia menyatakan dukungannya atas kebijakan mas Menteri Nadiem ini. Yang akan menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada tahun 2021. Namun ia mengingatkan, kebijakan pengganti UN itu bukan sekedar tukar nama.

“Kebijakan Menteri yang baru ini, tentu kita sambut untuk lebih baik. Salah satu usahannya itu mau hapus Ujian Nasional tapi jangan asal tukar nama,” tegas sosok yang pernah menjabat Deputi Menteri Kementerian Pemuda dan Olahraga ini.

Pria yang pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam 1969 – 1980 itu, turut menyoroti penyelenggaraan kegiatan belajar di daerah, khususnya daerah terpencil. Menurutnya, hal itu tidak dapat disamakan di setiap daerah, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dengan beragam kondisi geografi, sehingga lebih baik apabila Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tiap daerah diserahkan kepada setiap daerah.

Politisi Partai Gerindra itu berharap agar Mendikbud mengutamakan kepentingan lokal yang disesuaikan dengan kondisi tiap daerah dalam mengimplementasikan suatu kebijakan sektor pendidikan, sehingga kebijakan yang diterapkan di setiap daerah akan sesuai dengan standar kemampuan daerah masing-masing.

“Kami mengharapkan ini ada kepentingan lokal, jadi kebijakan lokal harus diutamakan. Bagaimana daerah itu membuat ujian untuk mengatur standar. Mutu standar itu diserahkan daerah masing-masing, tidak harus sama modelnya, kan bisa berbeda. Jadi kita kan mau tahu kemampuan masyarakat di pendidikan, di suatu tempat itu kan harus ada tolok ukurnya, yang dikatakan secara nasional,” jelasnya.[asa]

 

Sumber