Politik
Irma Suryani: Perlu UU tentang Transplantasi Organ Tubuh
JAKARTA (29 Agustus): Transplantasi organ tubuh masih marak terjadi di Indonesia. Meskipun sudah ada aturan yang mengaturnya, tapi implementasinya belum terlaksana sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan banyak korban.
“Karena kebutuhan ekonomi, mereka menjual organ tubuh tanpa mengetahui akibat yang ditimbulkan, baik akibat terhadap kesehatan fisiknya maupun mental setelah organ tubuh dijual,” ungkap Kapoksi NasDem Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, saat menjadi keynote speech di Focus Group Discussion (FGD) bertema Aspek Sosio Yuridis Kebijakan dan Praktik Transplantasi Organ Tubuh di Indonesia yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).
Legislator NasDem yang akan kembali duduk di Senayan pada periode 2024-2029 itu menuturkan, setalah seseorang melakukan transplantasi, seharusnya dilakukan treatment medis untuk menjaga kesehatan tubuh.
“Banyak masyarakat yang tidak paham soal ini. Setelah terima duit, dianggap sudah selesai. Sementara dia tidak memahami akibat dan efek dari transplantasi bagi kesehatan secara keseluruhan dan tidak tahu juga sanksi hukum kalau dia memperjualbelikan organ tubuhnya,” terang Irma.
Irma menambahkan, jual beli organ tubuh tidak sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, baik yang diatur dalam KUHP maupun UU Kesehatan.
“Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan 2023 kemarin mengatur transplantasi agar tidak terjadi jual-beli organ tubuh. Dokter yang melakukan tindak transplantasi secara ilegal juga akan mendapat sanksi,” tegas Irma.
Oleh karena itu, kata Irma, sudah saatnya pemerintah membuat peraturan mengenai transplantasi organ dalam bentuk undang-undang yang lebih tegas dan terperinci agar ada perlindungan dan kepastian hukum yang lebih terjamin bagi para dokter yang menangani permasalahan itu.
“Penjualan organ tubuh termasuk tindak pidana khusus, karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memiliki aturan mengenai tindak pidana penjualan organ manusia. Pelaku perdagangan organ tubuh dapat dikenai pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal 1,5 miliar rupiah berdasarkan Pasal 210 Ayat (2) UU Kesehatan,” papar Irma.
Ia berharap FGD kali ini menjadi masukan bagi Fraksi Partai NasDem untuk disampaikan kepada pemerintah.
“Karena sampai hari ini, peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan belum disampaikan kepada Komisi IX. Jadi kami masih menunggu draf peraturan pemerintah dan peraturan menteri,” tandas Irma.
FGD yang dimoderatori tenaga ahli Fraksi NasDem Bidang Komisi IX DPR RI, Adhi Darmawan, menghadirkan pemateri Johannes Dartha Pakpahan selaku Ketua Umum DPP KSBSI/International Training Center ILO & Universita Degli Studi Di Torino; Golan Lubay, Pelaku Transplantasi Organ Tubuh di Perancis; Brigjend TNI (Pur) Andreas Andri Lensoen, Spesialis Bedah Toraks dan Kardiovaskuler; Erfen Gustiawan Suwangto, Pakar Hukum Kesehatan/Sekretaris Umum PDSI; dan Ketua IKADAN Ronald Samuel Wuisan. (*)