Politik
Pendidikan Kedokteran Terjebak Feodalisme dan Birokratisme
JAKARTA (1 Februari): Sistem pendidikan kedokteran di Indonesia masih terjebak dalam feodalisme dan birokratisme sehingga harus mengalami revolusi demokratik.
Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Willy Aditya mengemukakan itu secara daring saat membuka Dialog Publik Fraksi Partai NasDem DPR RI yang mengambil tema “Mewujudkan Perubahan Pendidikan Kedokteran yang Humanis dan Berkeadilan” yang dilangsungkan di Ruang BAKN, Gedung Nusantara I, kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/2).
“Jangan sekali-sekali melupakan sejarah bahwa cikal bakal Indonesia itu lahir dari tangan para dokter. Bagaimana Budi Oetomo berdiri. Tapi sekarang pendidikan kedokteran kita mengalami banyak kompleksitas,” ungkap Willy.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu juga mengatakan, kebutuhan elementar setelah sandang, pangan dan papan adalah dua hal yang basic yaitu pendidikan dan kesehatan.
“Maka bicara pendidikan kedokteran, itu adalah benang merah dari pendidikan dan kesehatan itu sendiri,” jelas Willy.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Sumenep) itu menambahkan, menjadi sangat fundamental bagi Fraksi Partai NasDem sejak hadir di DPR pada 2014 yaitu terus konsisten ingin merevisi UU Pendidikan Kedokteran.
“Kenapa UU Pendidikan Kedokteran ini harus direvisi, karena kompleksitas dan masalah yang sangat mendesak, akut dan kronis untuk segera dituntaskan,” tukas Willy.
Willy mencontohkan, masalah Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD) yang dianggapnya bermasalah dan menjadi praktek pembodohan, keji dan kejam.
“Ini cuma ada di Indonesia. Ini bentuk ketidakadilan. Di hulu kita membuka kran hilarisasi tetapi di hilir ada UMKPPD. Ini jelas suatu kebijakan yang tidak fair dan negara dalam hal ini melakukan praktik ketidakadilan. Ini menjadi problem utama kita bersama,” tegas Willy.
Begitupun dengan persoalan kekurangan dokter. Menurut Willy, distribusi dokter bermasalah, tapi praktek untuk keluar dari masalah itu sama sekali tidak ada.
“Kalau kata Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, kita mau ke utara tapi kita berjalan ke selatan, suatu pendekatan yang kontradiktif,” ujar Willy.
Oleh karena itu Willy menilai persoalan tersebut bukan hanya milik Fraksi Partai NasDem, tetapi semua. Perjuangan ini membutuhkan kolaborasi.
“Ini perjuangan kita bersama agar bagaimana kita melahirkan pendidikan kedokteran yang humanis, yang tercerahkan, sementara input prosesnya penuh dengan jebakan-jebakan yang tidak humanis sama sekali,” urai Willy.
Selain Willy Aditya sebagai keynote speaker, acara itu juga dihadiri nara sumber Norman, Ketua Umum Pergerakan Dokter Muda Indonesia, Ganis Irawan, Inisiatif Indonesia Sehat, Darrinh Rosharia, calon dokter serta Hanis Alfattah, perwakilan Pimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa Se Indonesia).(*)