Connect with us

Opini

Sebelum Terlambat, Segera Tetapkan Status Darurat Nasional Menghadapi Pandemi Wabah COVID-19

Published

on

Oleh: RIO CHANDRA KESUMA, S.H., M.H., C.L.A. *

Mengawali tulisan singkat ini, pertama tak lupa marilah kita sampaikan duka dan belasungkawa sedalam – dalamnya terhadap korban jiwa yang timbul dari wabah coronavirus disease 2019 (COVID – 19), begitupun dengan doa, dukungan, dan empati kepada semua yang saat ini dalam pemeriksaan (pengobatan) dan/atau pengawasan akibat dari infeksi COVID – 19, semoga segera pulih dan sehat seperti sediakala.

Tak lupa juga tentunya, support moril dan simpati setinggi-tingginya kepada semua element garda terdepan dari penanggulangan wabah pandemi COVID – 19, baik itu tenaga kesehatan (dokter), perawat, paramedis, staf medis dan non – medis serta semua element yang in charge dalam penanggulangan pandemi COVID – 19, begitupun tak lupa apresiasi kepada semua stakeholder pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang hingga detik ini tetap terus berjuang menanggulangi wabah pandemi COVID – 19. Semoga semua pihak selalu diberikan kekuatan, kesehatan dan keselamatan menghadapi wabah pandemi COVID – 19. Amien !

PSIKOLOGI PUBLIK
Narasi duka mengawali ruang opini ini, tentu selaras dengan berbagai kegelisahan dan kekhawatiran yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat dalam mengadapi wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19), tanpa bermaksud untuk menambah kepanikan/kecemasan di ruang publik, namun pure ruang opini singkat ini dimaksudkan untuk (kembali) mendesak Pemerintah/Presiden Republik Indonesia agar lebih pro-aktif dalam mengambil langkah strategis yang taktis guna menanggulangi wabah pandemi COVID – 19.

Tentu, sangat wajar dan manusiawi ketika publik secara psikologis menjadi cemas dan khawatir (panic attack), sebab bagaimana tidak ketika dari waktu ke waktu (menghitung hari), publik disuguhkan dengan eskalasi korban jiwa yang timbul dan jumlah orang yang terinfeksi oleh coronavirus disease semakin meningkat (tajam), dapat dilihat bagaimana update terakhir, pada Selasa, 24 Maret 2020 menunjukan kasus yang terkonfimasi secara global ialah sebanyak 334.981 dengan angka kematian sebanyak 14.652 di 187 negara/kawasan, dan untuk Indonesia kasus Positif COVID – 19 sebanyak 686, Sembuh (Positif COVID – 19) sebanyak 30, dan angka kematian/meninggal sebanyak 55 jiwa/orang (sumber COVID19.GO.ID).

Apabila kita runut dan runtut dari semenjak awal diekspose-nya kasus pertama COVID – 19 yang terjadi pada Senin, 02 Maret 2020 (kurang lebih sekitar 22 hari yang lalu) dapat dilihat bahwa per/hari angka lonjakan dan pertambahan khususnya yang terinfeksi COVID 19 semakin meluas (pesat) dan persebarannya pun sudah teridentifikasi di 24 Provinsi di Indonesia. Secara awam tentu dapatlah dilihat tanpa menggunakan pendekatan disiplin ilmu statistik yang rigid, persentase angka/jumlah peningkatan yang terinfeksi (suspected) COVID – 19 dari hari ke hari, mengalami lonjakan yang cukup significant, belum ada pelandaian kurva (flattening the curve) grafik penyebaran infeksi COVID – 19 sampai saat ini di Indonesia.

ISU KRUSIAL
Secara prinsip, merespons wabah pandemi COVID 19, pemerintah telah menetapkan ‘status keadaan tertentu darurat bencana’ wabah penyakit akibat virus corona, hal mana yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BNPB No. 13. A Tahun 2020, dengan merujuk pada Peraturan Presiden No. 17 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu.

Hadirnya nomenklatur status ‘keadaan tertentu darurat bencana’, yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala BNPB, dengan melihat kondisi aktual dan faktual saat ini rasanya sudah sangat tidak relevan, dan hal tersebut dapat dilihat sebagai produk kebijakan dan pilihan yang masih ‘setengah hati’.

Begitupun dengan adanya judgement/anggapan yang mempersamakan status tanggap darurat dengan nomenklatur ‘keadaan tertentu darurat bencana’ dengan situasi ‘darurat nasional’ dalam konteks tanggap darurat bencana, yang sejatinya tentu tidaklah tepat dan tidak benar adanya.

Sebab, secara administratif pilihan status keadaan tanggap darurat bencana (non alam) untuk skala nasional yang bersifat menyeluruh dan berdimensi holisitik (nasional), haruslah ditetapkan oleh Presiden (Pasal 48 dan Pasal 51 UU Penanggulangan Bencana dan merujuk pada Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Artinya, pilihan kebijakan dan status kedaruratan yang diambil pemerintah saat ini, hanya lah bersifat sektoral (non – holisitik), tidak melihat unsur national emergecny dari wabah pandemi COVID – 19. Lagi – lagi pemerintah tidak menempatkan skema penanggulangan yang berorientasi pada aspek kesiapsiagaan, pencegahan, mitigasi, serta peringatan (deteksi) dini.

Tentu, ketika penetapan status tanggap darurat nasional bencana (non alam) yang menjadi pilihan dalam menanggulangi wabah pandemi COVID – 19, maka akan ada unifikasi pola penanggulangan yang terkoordinasi, sistematik dan integratif di semua wilayah/daerah di Indonesia (secara nasional).

Seketika, dengan segala perangkat/organ negara yang ada, langkah kesiapsiagaan, pencegahan, mitigasi, serta peringatan (deteksi) dini dari wabah pandemi COVID – 19 dapat dilakukan oleh semua pihak/sektor di semua wilayah (daerah). Ini berarti bahwa wilayah/daerah yang belum terjangkit coronavirus disease dapat seketika melakukan penyelamatan guna men-sterilisasi wilayah dengan beragam langkah/upaya taktis, begitupun dengan wilayah yang sudah teridentifikasi terjangkit coronavirus disease, yang juga sudah dapat melakukan karantina wilayah/lockdown, serta pembatasan mobilisasi sosial ke luar wilayah-nya, guna meminimalisir penyebaran/penularan wabah pandemi COVID – 19.

Ini artinya, bagaimana mempercepat metode pemutusan mata rantai penyebaran coronavirus disease secara lebih strict, tepat dan cepat dapat dilakukan secara lebih massive dan holistik dengan jalan penetapan status darurat nasional bencana (non – alam) terhadap wabah pandemi COVID – 19.

Point kritis yang perlu diketengahkan ialah bagaimana pemerintah saat ini untuk sesegera mungkin, tanpa harus malu, mau tak mau, merevisi dan/atau mengubah nomenklatur pilihan status tanggap darurat yang dijalankan/diklaim saat ini. Hal ini tentu, tidak hanya sekedar perubahan nomenklatur, namun memang akan ada implikasi yang lebih jauh terhadap perubahan pilihan status tersebut.

Oleh karenanya, sebelum masuk kepada perdebatan mengenai pilihan social/physical distancing, lockdown dan/atau karantina wilayah, terlebih dahulu hal urgent dan penting untuk dikritisi sekaligus dievaluasi saat ini ialah mendesak untuk sesegera mungkin (sebelum terlambat dan kehilangan momentum untuk kedua kalinya) bagi pemerintah untuk menetapkan status darurat nasional menghadapi wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19).

Tentunya, pilihan dan penentuan status darurat nasional, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara lain, seperti; Amerika, Prancis, Inggris, Irlandia, Denmark, El Savador, Polandia, Selandia Baru, Spanyol, Lebanon, China, Malaysia, Filipina, terakhir India, liniear dengan advice (saran) sekaligus rekomendasi yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Direktur Jenderal WHO Thedros Adhanom, yang juga secara lugas menghimbau agar Pemerintah Republik Indonesia menetapkan status darurat nasional dalam menghadapi wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19).

Pastinya, WHO telah melalui kajian mendalam secara tekhnis sebelum mengeluarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud, hal mana yang seharusnya tidak boleh dinafihkan dan harus dijadikan salah satu referensi utama Pemerintah dalam menetapkan berbagai opsi/pilihan kebijakan dalam menanggulangi wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19).

ARGUMENTASI DARURAT NASIONAL
Secara lebih lugas dapat dikemukakan beberapa alasan (spesifik) pentingnya menetapkan status darurat nasional menghadapi wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19) :

Pertama, dengan ditetapkannya status darurat nasional maka akan terdapat satu command center dari pemerintah pusat, yang artinya kebijakan pemerintah pusat akan selaras dengan berbagai macam kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah daerah (baik provinsi maupun kabupaten/kota), tidak hal-nya seperti saat ini, dimana pemerintah daerah seakan berjalan sendiri – sendiri, misskoordinasi dan seakan tanpa mengindahkan ataupun menunggu koordinasi dari pemerintah pusat.

Meskipun regulasi tekhnis memberikan kewenangan (penuh) bagi pemerintah daerah untuk menetapkan status tanggap bencana, namun tetap saja dalam hal penanganan wabah pandemi coronavirus disease 2019, diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dalam satu visi bersama, justru saling menegasikan, timbul kesan tidak ada satu persepsi dan kesamaan dalam grand design penanggulangan wabah pandemi coronavirus disease 2019.

Hal ini sungguh sangat tidak diharapkan, mengingat kondisi geografis, demografis serta karakteristik kedaerahan di Indonesia yang cukup beragam (heterogen). Akan sangat diperlukan visi bersama yang holitistik dan integratif dalam pola penanggulangan wabah pandemi COVID 19 secara massive dan holistik guna memutus mata rantai perkembangan/penyebaran coronavirus disease di berbagai daerah/wilayah di Indonesia.

Kedua, dapat dilihat bahwa studi komparatif di berbagai negara secara kasat mata telah memperlihatkan bagaimana keadaan di negara luar akibat wabah pandemi COVID – 19. Tentu, pemerintah jangan lagi mengulang kesalahan yang sama pada saat kehilangan momentum (awal) yang sangat fatal dan krusial, yakni pada fase pra-bencana, di mana ketika pemerintah gagal, abai dan lalai dalam mengantisipasi pencegahan, mitigasi, serta peringatan (deteksi) dini dari wabah pandemi COVID – 19, hal mana yang secara lugas telah saya ulas dalam artikel tulisan saya sebelumnya mengenai ketidaksiapsiagaan pemerintah dalam menanggulangi wabah pandemi COVID – 19.

Pada point ini, tentu dapat dirujuk kembali saran dari WHO yang senyatanya telah secara komprehensif memandang persoalan wabah pandemi COVID – 19 dengan parameter kesehatan dan/atau keselamatan secara massal. Dalam hal ini, tentu diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam pengambilan policy – kebijakan (decision maker), bukan menunggu ke’gagap’an dan kelambatan action dari pemerintah dalam menanggulangi wabah pandemi COVID – 19.

Ke’kaku’an dan ke’gagap’an pemerintah tentu akan dapat diminimalisir, ketika status darurat nasional ditetapkan, sebab akan lebih banyak stakeholder yang in charge ke dalam penanggulangan wabah pandemi COVID – 19, tidak saja pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan kab/kota), namun juga para pihak (eksternal) lainnya. Konsekuensi dari kedaruratan nasional akan mengharuskan semua element dan organ negara dimobilisasi secara terpadu dan menyeluruh guna menanggulangi wabah pandemi COVID – 19, sehingga kondisi ini mengharuskan pemerintah untuk mengerahkan segala potensi, SDM, infrastruktur serta suprastruktur (secara nasional) yang ada dalam merepson wabah pandemi COVID – 19, artinya baik itu aparatur sipil, non – sipil (militer), dan semua element terkait secara holistik in charge di dalam ikhwal penanggulangan wabah pandemi COVID – 19.

Terakhir, ialah terkait dengan persoalan yang cukup krusial dan fundamental, yakni dengan ditetapkan status kedaruratan dalam skala nasional maka akan ada fleksibilitas dan kelonggaran baik dari sisi pengaturan (aturan/regulasi) maupun anggaran bagi pemerintah/pihak terkait, meskipun hal tersebut tidak dapat serta merta dan tetap harus berpedoman – merujuk kepada regulasi tekhnis terkait. Khusus terkait dengan pengelolaan anggaran, selain akan didukung oleh alokasi khusus anggaran penanggulangan bencana (yang bersumber dari APBN) beserta realokasi anggaran (yang akan dialihkan serta diprioritaskan guna penanggulangan bencana), juga akan tersedia Dana siap pakai (DSP) dan/atau Anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) daerah yang dapat digunakan serta akan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme khusus guna diperuntuhkan dalam penanggulangan wabah pandemi COVID – 19.

HARAPAN, KRITIK & ITIKAD BAIK
Pada akhirnya, semoga pemerintah terbuka mata hati dan mata batinnya, untuk mendengarkan berbagai macam masukan/kritik yang konstruktif seperti melalui ruang opini/artikel ini, bukan malah sebaliknya menunjukan sikap yang ekslusif, anti kritik, serta menegasikan berbagai macam aspirasi publik (publik advisory).

Patut menjadi catatan bagi pihak Pemerintah, terkhusus bagi para jajaran pembantu Presiden (menteri), staf khusus Presiden, ataupun juru bicara Presiden, yang dari hari ke hari menegasikan berbagai macam input publik tersebut, senyatanya perlu disadari bahwa publik mengekspresikan kritik dan input kepada pemerintah didasari oleh kekhawatiran yang akut dalam menghadapi pandemi wabah COVID – 19, ditengah sikap dan langkah pemerintah yang terkesan bias dan setengah hati dalam melakukan penanggulangan wabah pandemi COVID – 19.

Seharusnya berbagai macam kritik dan input publik yang memang pure didasari atas nawaithu yang baik dan dengan argumentasi yang logis, konstruktif (bukan kontra – produktif) haruslah dilihat sebagai pesan kebangsaan dalam kerangka soliditas nasional menghadapi wabah pandemi COVID – 19, bukan untuk saling menyalahkan tapi malah sebaliknya justru untuk bersatu dan saling menguatkan dalam kerangka solidaritas dan soliditas nasional.

Sekali lagi, sebelum terlambat dan sebelum masuk lebih jauh kepada perdebatan sistem penanggulangan wabah pandemi COVID – 19, baik melalui social/physical distancing, lockdown dan/atau karantina wilayah, maka segera tetapkan status darurat dalam skala nasional sebagai early warning bagi daerah/wilayah di luar Jabodetabek yang masih minim teridentifikasi positif COVID – 19.

Dan seketika, setelah ditetapkan dalam status darurat nasional, kita mengharapkan Presiden Republik Indonesia sendiri yang tampil di depan, sebagai panglima terdepan, yang akan mengatakan bahwa ia sendiri yang akan secara langsung memimpin gugus tugas penanggulangan wabah pandemi coronavirus disease 2019 (COVID – 19), semoga!

* Penulis ialah Peneliti pada CDCS, Center for Democration and Civilization Studies (riock@rocketmail.com)

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *