Nasional
Mahasiswa Enrekang Geruduk Kantor Nurdin Abdullah, Ini Tuntutannya
Kabarpolitik.com, MAKASSAR – Belum genap 100 hari menjabat Gubernur Sulsel, Prof Dr Nurdin Abdullah sudah mendapat tamu yang menggelar aksi demontrasi di depan kantornya, Senin 24 September 2018. Mereka adalah kelompok Himpunan Pelajar Mahasiswa Masenrempulu (HPMM) yang mengatasnamakan dirinya membawa aspirasi petani.
Aksi damai ini dipimpin Jenderal Lapangan HPMM, Jurais, mengatakan, sejak PTPN XIV beroperasi, angka kemiskinan bukannya berkurang. Justru mengalami peningkatan.
Parahnya, pendapatan masyarakat Maiwa mengalami kemorosotan. Sebidang tanah yang dimanfaatkan untuk bertani terus berkurang. “PTPN XIV menguasai lahan kurang lebih 4000 hektare. Petani menjerit,” kata Jurais di sela-sela aksi unjuk rasa.
Saat ini lanjutnya, konflik masih terjadi. Masyarakat menginginkan pengoperasian PTPN XIV dihentikan. “Dasarnya juga ada. Sejak tahun 2003, HGU-nya sudah herakhir. Pemerintah sudah membentuk pansus, dan meminta PTPN berhenti. Tapi nyatanya tetap beroperasi,” ujarnya.
Hal ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat. “Dugaannya ada oknum pemerintah yang melindungi. Untuk itu kami meminta Gubernur untuk turun tangan,” tuturnya tegas.
Ketua Umum HPMM, Fiky, menambahkan, konflik yang terjadi di masyarakat harus secepatnya diselesaikan masyarakat. Apalagi, Gubernur Prof. Nurdin Abdullah, sudah bilang Sulsel bukan tempatnya tambangan dan sawit.
“Untuk itu kami mendesak Gubernur Sulsel untuk memenuhi janjinya. Enrekang sekarang tidak baik-baik saja. Sawit sudah tumbuh pesat di sana. Tingginya sekitar 18 meter,” kata Fiky.
Tumbuhnya sawit berdampak buruk terhadap lahan pertanian masyarakat. Tumbuhan sulit tumbuh, akibat lahan kekeringan. “Sawit itu menyerap air sangat banyak. Banyak petani mengalami gagal panen. Dimana kesejahteraan petani,” ujarnya.
Anggaran pertanian seperti pengadaan pupuk dan peralatan pertanian lanjut Fiky, diduga tak tersalurkan dengan baik. “Diduga ada pungli. Ini juga harus diusut untuk kesejahteraan petani. Itu hak mereka,” ungkapnya.
Pembangunan mega proyek lainnya. Misalnya, PLTMH di Kec. Bungin yang memiliki anggaran CSR tidak sampai ke masyarkat. “Ini juga butuh transparansi,” tuturnya.
Untuk itu, pembangunan proyek yang saat ini digodok, mislanya PLTA di Dusun Buttu Batu, perusahaan Marmer harus cekal. “Izin prinsip, dan izin lainnya tidak diketahui apakah ini ada? Masyarakat tidak dilibatkan ternyata,” imbuhnya.
Terakhir, ia mendesak Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel, menghentikan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Desa Tallu Bamba, Kec. Enrekang.
Kabid Kriminal Kesbangpol Sulsel, Arsyad yang mewakili Gubernur Sulsel, menemui massa aksi. Ia berjanji akan meneruskan seluruh aspirasi massa ke dinas terkait.
Selain itu, juga mengagendakan pertemuan dengan Dinas Kehutanan Sulsel, Selasa, 25 September. “Besok dinas Kehutan Sulsel siap menerima,” kata Arsyad setelah mengkonfirmasi Dines Kehutanan. (ans/fajar)