Connect with us

Politik

Illiza Sa’aduddin Djamal Minta Akreditasi Perguruan Tinggi Dibuat Adil dan Proporsional

Published

on

Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Illiza Sa’aduddin Djamal meminta kebijakan akreditasi perguruan tinggi agar dibuat adil dan proporsional. Kebijakan akreditasi perguruan tinggi selama ini dinilainya memberatkan.

Hal itu disampaikannya dalam seminar fraksi PPP DPR RI bertajuk “Menyoal biaya akreditasi perguruan tinggi: haruskah dibebankan kepada perguruan tinggi?”. Seminar yang digelar Kamis (8/12/2022) ini dilaksanakan di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta Pusat.

“Akreditasi perguruan tinggi dirasakan memberatkan, utamanya masalah biaya yang harus dibayarkan. Pembiayaan akreditasi ini bisa membuat mahal biaya kuliah,” ujar Illiza.

Ia mengaku mendapat keluhan pekerjaan untuk memenuhi tuntutan akreditasi tidaklah mudah dan murah. Infrastruktur PT harus disiapkan dan hal itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Anggota Komisi X DPR RI dari PPP, Rojih mengatakan, Mendikbud dan Ristek melalui surat No. 87935/MPK.A/01.00/2021 telah menyutui besaran biaya akreditasi prodi. Misalnya, setiap prodi bidang pendidikan yang akan diakreditasi LAM Pendidikan dan bidang Ekonomi, Manajemen, Bisnis, Akuntansi di LAMEMBA dibandrol sebesar Rp53 juta. Jika PT banding akan dikenai biaya Rp29,7 juta.

“Total biaya akreditasi satu prodi Rp81,7 juta. Tarif ini diberlakukan sama setiap perguruan tinggi, padahal perguruan tinggi memiliki kemampuan finansial yang beragam,” terangnya.

Berdasarkan biaya itu, kata Rojih, jika diasumsikan satu perguruan tinggi memiliki 10 prodi maka biaya aggregat Rp810 juta. Ada lebih kurang 9.575 prodi dalam cakupan LAMDIK dan LAMEMBA, maka jumlah uang yang akan mengalir ke pundi-pundi LAM Rp810 juta dikali 9.575 yaitu sebesar Rp7.755.750.000.000.

“Alhasil, akreditasi menjadi unit cost baru dalam biaya operasional perguruan tinggi dan tentu akan membebani uang kuliah tunggal ke penerima layanan pendidikan,” tegasnya.

Oleh karena itu, legislator PPP ini juga meminta besaran biayan akreditasi prodi perlu dibuat lebih adil dan proporsional. Status perguruan tinggi bervariasi dan itu memiliki konsekuensi terhadap kemampuan keuangan.

Dalam kesempatan yang sama, wakil Rektor III Universitas Jayabaya, Hendra Dinata, juga mengeluhkan besaran biaya akreditasi perguruan tinggi. Sementara perguruan tinggi diwajibkan untuk akreditasi.

“Perguruan tinggi swasta yang tidak memiliki finansial yang cukup akan terhambat proses akreditasi,” jelasnya.

Ketua Umum APTISI Pusat, Budi Djatmiko meminta agar akreditasi perguruan tinggi tidak diwajibkan. Pasalnya, akreditasi di sejumlah negara hanya opsional.

“Sistem akreditasi perguruan tinggi harus berubah. Tren di dunia, akreditasi ini tidak wajib, tapi jadi pilihan,” terangnya.

Budi pun meminta agar pengurusan akreditasi perguruan tidak dipungut biaya alias gratis. “Ini bukan zamannya lagi akreditasi berbayar. Jangan dijadikan proyek,” harapnya.

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *